Showing posts with label Aliran Islam. Show all posts
Showing posts with label Aliran Islam. Show all posts

Nalar Politik Aswaja

A) Membaca Kembali Nalar Politik Aswaja: (Studi Kritis Atas Nalar Politik Kiai Di Kawasan Tapal Kuda Jawa Timur)
B) Latar Belakang
Dewasa ini pembicaraan tentang wacana politik sudah mulai mengalami penurunan selera,walaupun realitas praktis perpolitikan di Indonesia masih tetap mewarnai negara. Dengan kata lain Asumsi negatif tentang kontestasi politik di Indonesia, telah mengendap dan terpatri dalam memori masyarakat, sehingga masyarakat kerapkali lesu membicarakan wacana politik. Mereka berasumsi bahwa politik adalah sesuatu yang kotor,yang hanya berorientasi pada perebutan kekuasaan, intrik mengintrik,dan menghalalakan segala cara. Asumsi di atas secara sepintas bisa kita benarkan, karena pada realitasnya para kontestan politik kerap kali menggunakan kekuasaannya untuk mendominasi kepentingan dirinya dan golongan, menindas rakyat kecil, mencari kesalahan orang lain dan menggantinya dengan kesalahan baru, mengumbar janji janji utopis, dan pura pura mengayomi masyarakat demi melanggengkan kekuasaannya. Kenyataan ini memang kerap kali dirasakan oleh masyarakat kita, sehingga mereka tidak percaya lagi pada politik dan para pelaku politik, termasuk juga prilaku politik Kiai. Klaim masyarakat tersebut bersifat general berlaku pada setiap tindakan atau prilaku politik, karena memang politik dianggap sebagai sesuatu alat yang mampu menghipnotis para pelakunya untuk melanggengkan kekuasaannya.
Kiai yang terjun ke politik, menurut klaim masyarakat berarti dia ingin bermain main dengan kekuasaan, memenuhi kepentingan dirinya dan golongan bukan lagi kepentingan umat. Berangkat dari klaim terbut, sehingga kerap kali masyarakat tidak percaya pada Kiai yang terjun dalam politik praktis. Ketidak percayaan itu juga bisa dibenarkan karena pada realitasnya para Kiai yang berpolitik acap kali dikendalikan dan digerakkan oleh para “pembisik politik” untuk gandrung terhadap perebutan kekuasaan, tanpa memikirkan target,tujuan dan dampaknya pada masyarakat secara makro, untuk itu menurut sebagian masyarakat hendaknya Kiai tidak usah kepanggung politik,berkonsentrasilah kepada santri dan pesantrennya.
Potret realitas perpolitikan diatas, menggelisahkan peneliti secara akademik untuk melakukan riset dan kajian secara radikal kritis, terhadap kreasi politik bangsaini. Kegelisahan tersebut bermuara pada semakin maraknya kreasi dan keterlibatan kaum santri (Kiai) di pentas percaturan politik, bahkan saat ini para Kiai bersatu,dan sebagai deklarator dalam berkibarnya satu berdera politik,di tengah realitas politik yang semakin kacau, penderitaan bangsa Indonesia yang semakin menggurita dan ketidak percayaan masyarakat terhadap politisi termasuk juga Kiai yang berpolitik. Integritas politik Kiai diatas, dapat dilihat pada tujuh belas Kiai karismatik sebagai deklarator sebuah bendera politik, diantaranya adalah: K.H.Abdullah Faqih Langitan, K.H. Ma’ruf Amin, K.H Abdurrochman Chudlori, K.H. Achmad Sufyan Miftahul Arifin, K.H. Idris Marzuqi Lirboyo, K.H. Ahmad Warson Munawir, K.H Muhaimin Gunardo,K.H Abdullah Sahal, K.H.Sholeh Qosim, K.H Nurul Huda Jazuli, K.H Chasbullah Badawi, K.H Abdul Adzim Abdullah Suhaimi,MA, K.H. Mas Muhammad Subadar, K.H.A.Humaidi Dahlan,Lc, K.H.M.Thahir Syarkawi, Habib Hamid Bin Hud Al-Atthos, K.H Aniq Muhammadun
1. Berdasar kegelisahan akademik inilah, peneliti ingin membaca kembali nalar politik Ahlus Sunnah Wal Jama’ah(Aswaja) yang telah di interpretasikan, di ramu, dikembangkan dan dijadikan sebuah Asas partai politik oleh para Kiai, sehingga dapat menemukan hasrat dibalik nalar politik Kiai. Sasaran penelitian ini adalah para Kiai karismatik yang mayoritas memiliki pesantern,dan secara cultural memiliik basis massa. Oleh karena banyakannya para Kiai karismatik, maka akan di fokuskan pada Kiai “tapal kuda”.
2. Jawa Timur. Agar pembacaan ini tidak bersifat justifikasi, maka akan di gunakan pisau analisis yang terdiri dari sosiologi pengetahuan Karl Mannheim, dan teori “agen” Antonny Giddens.

C) Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.   Bagaimana pembacaan atas nalar politik Kiai yang menjadikan Aswaja sebagai landasan politik di kawasan tapal kuda Jawa Timur.
2.   Bagaimana epistemolog nalar politik Aswaja
3.   Bagaimana hasrat dan konstruk nalar politik Kiai di kawasan “tapal kuda

D) Pembatasan Masalah

Ada dua batas atau ruang lingkup kajian dalam penelitian ini: a) secara konseptual teoritis,Masalah yang menjadi bidikan dalam penelitian ini adalah nalar politik Kiai yang berpijak pada nalar politik Aswaja. b) secara wilayah praktis, akan dibatasi pada nalar politik Kiai di kawasan tapal kuda yang memiliki karisma tinggi dan basiss masa secara cultural. Diantaranya adalah K.H Mas Subadar, (Pasuruan) K.H Abd. Haq Zaini,(Paiton probolinggo) K.H Ahmad Sufyan Miftahul Arifin,(Panji Situbondo), K.H Amin Said (Bondowoso), K.H. Hamid Hasbullah (Jember), R.K.H.Husni Zuhri (Banyuputih,Lumajang) dengan demikian, selain nalar politik Kiai yang telah disebut diatas yang berpijak pada Aswaja, bukan menjadi wilayah penelitian ini.

E) Signifikansi Penelitian

Berpijak pada latar belakang,rumusan masalah,dan pembatasan masalah diatas, kontribusi keilmuan yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah: pertama, memberikan cakrawala baru dalam proses interpretasi atau pembacaan terhadap wacana politik,secara teorits dan praktis. Kedua, menambah pengetahuan tentang nalar politik Aswaja,
secara histories kontekstual, yang saat ini Aswaja hanya di pahami sebagai madhhab teologis.
Ketiga, menggugah militansi dan integrasi kaum santri dalam berpolitik dengan membumikan nilai nilai Aswaja sebagai manhaj al siyasi. Kempat, memberikan potret,dan pemahan baru tentang Kiai sebagai agent politik,tentunya dengan teori agen Giddens. Kelima,Menggugah masyarakat Indonesia khususnya kaum santri untuk melakukan perubahan social,tentunya dengan menerapkan konsep neo-politik Aswaja,yang akan dirumuskan dalam penelitian ini.

F) Kajian Riset Sebelumnya

Kajian tentang politik Kiai memang bukanlah hal yang baru,melainkan sebuah kajian yang kerapkali dilakukan oleh para intelektual,dan peneliti. Rancangan penelitian ini secara ilmiah, merupakan rangkaian dari penelitian penelitian terdahulu yang sempat dipelajari dan dikaji sesuai dengan amatan dan kemampuan peneliti dalam mengakses pelbagai macam penelitian tentang politik Kiai.,tentunya yang agak relevan dengan fokus masalah penelitian. Diantara kajian yang berhasil diamati oleh peneliti adalah: pertama, “Islam profetik: substansiasi nilai nilai agama dalam ruang publik” karya Masdar Hilmy. Dalam buku ini, di bagian dua dan tiga, masdar hilmy memotret realitas politik Kiai dan kaum santri. Pada bagian dua, masdar hilmy melihat bahwa ada kehawatiran besar dibalik turun gunungnya Kiai kepentas percaturan politik, yang olehnya disebut arena lingkaran kekuasaan yang hegemonic.
Kehawatirannya adalah Kiai tidak mampu mengendalikan dan menggunakan “
kuasa moral” dirinya,dalam memasuki pertarungan tersebut, disebabakan kuatnya kuasa a moral realitas politik kita. Dalam konteks Pemilu, Kiai hanya dijadikan sebagai alat untuk mendulang suara,demi kepentingan para penguasa yang mencoba merangkul para Kiai sebagai patnernya. Realitas inilah yang olehnya disebut sebagai mistifikasi politik yang cenderung melemahkan “kuasa moral” Kiai. Berpijak pada logika inilah, muncul pernyataan dari masdar hilmy bahwa,siapapun,sesaleh apapun yang masuk kedunia politik, bersiaplah untuk korup. Artinya realitas politik kita yang cenderung korup mengalahkan kuasa moral siapapun. Di bagian tiga, masdar hilmy melanjutkan tulisannya tentang teologi politik kaum santri (Kiai),yang berawal dari kegelisahannya terhadap kegagalan politik kaum santri yang diakibatkan adanya rumusan teologi politik yang terjebak dalam doktrin Aswaja yang bersifat normative moralis. Melihat problem inilah masdar hilmy menawarkan reformulasi paradigma politik dengan teologi politik pragtis pragmatis.

Kedua, artikel yang berjudul “
Politik Kiai Vis A Vis Kiai Politik” karya Firman H.Abu, tulisan ini membicarakan realitas politik yang diperankan oleh kaum santri atau Kiai, yang menurutnya telah terjadi sebuah penyimpangan nilai nilai politik yang berlandaskan agama, kedalam prilaku politik Kiai. Dalam konteks ini, Firman membedakan antara politik Kiai dan Kiai politik. Menurutnya politik Kiai adalah politik Islam atau politik yang mengandung nilai nilai Islam, yang dibawa dan dipraktikkan oleh para Kiai atau ulama sebagai pewaris para nabi. Sedangkan Kiai politik adalah subjek yang terlibat langsung dengan persolan politik praktis. Persoalan yang menjadi kajian dalam tulisan tersebut adalah apakah Kiai politik telah melaksanakan politik Kiai sebagai metode siyasah? Menurutnya dari hasil analisisnya, bahwa saat ini mayoritas Kiai politik masih belum menggunakan politik Kiai, melainkan masih terjebak dan terpenjara oleh realitas politik yang cenderung keluar dari nilai agama. Ketiga, artikel yang berjudul, “Problem Nalar Islam Politik Di Indonesia” ,Karya M Syifa Amin widigdo, tulisan ini menggunakan pendekatan histories dalam memotret nalar Islam politik yang terjadi di Indonesia. Focus masalah yang dibidiknya pada problem epistemologis yang membentuk cara bernalar Islam politik yang melibatkan kondisi histories, doktrin keagaman,dan afinitas ideologis sebagai pemicu lahirnya prilaku politik. menurutnya, Islam politik di Indonesia belum pernah mencapai puncak kejayaan, bahkan selalu kehilangan kesempatan dalam perebutan kekuasaan. Fenomena ini menurutnya disebabkan, oleh adanya konflik internal para pelaku Islam politik, sehingga saat ini setiap pemilu umat Islam apatis terhadap Islam politik.

Dari ketiga kajian terdahulu tentang politik Kiai, peneliti menemukan sesuatu dimensi yang belum terkatakan atau dimensi kajian yang belum tersentuh oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah: pertama, dimensi nalar politik Aswaja sebagai penggugah atau motor penggerak nalar politik Kiai. Kedua, keterlibatan Kiai sebagai agen politik,bukan lagi sebagai konsumen politik. ketiga, kerangka teori dan pendekatan yang digunakan bercorak baru,yaitu dengan menggunakan sosiologi pengetahuan
Karl Manheim,dan teori Agen, Antony Giddens. Ketiga dimensi, inilah yang mencerminkan unsur kebaruan dari penelitian ini.

G) Kerangka Teori

Kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu social, dengan dua pendekatan: pertama, sosiologi pengetahuan versi
Karl Manheim, yang menekankan pada bagaimana pengetahuan itu membentuk karakter tindakan manusia. Artinya, tindakan manusia di tentukan oleh latar pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain pengetahuan memiliki hubungan dengan eksistensinya. Menurutnya, sosiologi pengetahuan mengambil dua bentuk: 1), sebagai suatu penyelidikan empiris murni lewat pemaparan dan analisis structural tentang cara hubungan social dengan realitas yang mempeangaruhi pemikiran. 2) penelitian empiris tersebut di ramu menjadi sebuah penelitian epistemologis yang memusatkan pada keterlibatan hubungan dan pemikiran atas masalah kesahihan. dalam konteks penelitian ini, sosiologi pengetahuan di gunakan untuk mengungkap kaitan nalar politik Aswaja dengan hasrat nalar politik Kiai tapal kuda, yang akan diawali dengan mengkaji epistemologi Aswaja.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahuai makna Aswaja sebagai kerangka berpikir dalam melakukan perubahan social, pemberdayaan masyarakat penataan bangsa dan negara. Dikatakan demikian karena saat ini banyak pendapat yang mengatakan bahwa Aswaja hanya berurusan dengan persoalan teologi dan fiqih, tidak bersentuhan dengan persoalan kebangsaan,dan kenegaraan. Aswaja juga diasumsikan sebagai kerangka berpikir yang hanya membuat kaum santri (Kiai),
dan kaum Nahdliyyin bersikap altruistic (suka mengalah), sehingga menjadi lemah dalam pertarungan politik kebangsaan. Dalam pandangan yang berbeda Aswaja di pahami sebagai kerangka berpikir yang kerap kali bersentuhan dengan persoalan politik, perebutan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat pada misi politik yang dibawa Muhammad SAW, “bahwa saya dan umatku akan bisa menaklukkan imperium Persia dan romawi.” Pelbagai asumsi tentang Aswaja inilah yang nantinya akan dilakukan kajian secara radikal kritis, dan di dialektikan dengan pengetahuan Aswaja yang di akses oleh Kiai “tapal kuda”.
Kedua, pendekatan agen versi Anthony Giddens yang menekankan pada tindakan manusia sebagai sebuah agen (pelaku). Menurutnya seorang agen berbeda dengan seorang konsumen. Agen dalam sebuah tindakannya memiliki langkah langkah sistematis yaitu a)motivasi tindakan, b) rasionalisasi tindakan,dan c) monitoring refleksi tindakan. Dalam konteks penelitian ini, teori agen di gunakan untuk melihat hasrat Kiai di kawasan tapal kuda dalam membangun nalar politik. apakah militansi dan integritas Kiai dalam panggung politik, sudah mencerminkan tindakan sebagai seorang agen politik yang bertujuan ataukah hanya sebagai konsumen yang lahir dari gerakan kebencian terhadap ideologi politik sebelumnya.

H) Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk memperoleh data data kualitatif yang berupa konsep,teori,dan tindakan, yang dalam konteks ini berupa data data yang menunjukkan nalar politik Aswaja dan nalar politik Kiai di kawasan tapal kuda yang berpijak pada Aswaja. Metode berpikir yang digunakan bersifat dialektis yaitu dengan diawali mendeskripsikan data, menganalisis data dan di uji dengan sebuah teori atu pendekatan, kemudian diakhiri dengan sebuah tawaran metodologis atau teoritis dari hasil analisis oleh peneliti.
Untuk memperoleh data tersebut, peneliti menggunakan metode intervieuw (wawancara), dan diskusi dengan sumber penelitian,yaitu para Kiai yang menjadi bidikan,dan diskusi secara literal dengna data data teoritis yang berkenaan dengan Aswaja, nalar politik Kiai dan sesuatu yang relevan dengan penelitian sebagai pendukung penelitian.

I) Referensi

Amin, Ma’ruf
.2007.Kenapa Harus PKNU: 20 Hujjah Pendirian Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Jakarta Pusat:DPP. PKNU.
Amin Widigdo M.Syifa, problem nalar Islam politik,http://rapidshare.com/files/160248727/presented_nalar_politik.doc.html
Aqiel Siradj, Said. 2000. Latar Kultural Dan Politik Kelahiran Aswaja, Dalam Kontroversi Aswaja: Aula Perdebatan Dan Re Interpretasi, editor,Yogyakarta: Lkis.
Giddens, Anthony. 2003the constitutions of society: Teori Strukturasi Untuk Analisis Social, Pasuruan: Pedati.
.H.Abu,Firman. Politik Kiai Vis A Vis Kiai Politik, dalam http://warteg.or.id/v4
Mannheim, Karl. 1991. Ideology Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, Yogyakarta:Kanisius.
Sutarto, Ayu. dalam makalah jelajah budaya yang diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional ,Sekilas Tentang Masyarakat Pandalungan, Yogyakarta. 2006

Thompson, John B. 2003.Analisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi Ideologi Dunia, Yogyakarta: IRCISOD.
Readmore → Nalar Politik Aswaja

Korupsi Berlaku Jika Landasannya Masih UUD "Ujung-Ujungnya Duit"


Melihat dan mendengar fenomena pemberitaan media terkini, mengenai NKRI rasanya hati menangis dan ingin menjerit sekeras-kerasnya, akhir akhir ini banyak kalangan yang kecokok tersandung kasus korupsi. Praktik korupsi ini sudah seakan-akan tidak hanya sekedar budaya belaka, akan tetapi sepertinya telah menjelma menjadi kebutuhan dan tujuan para oknum pejabat tertentu. Bahkan siapapun yang akan menjabat tentu akan melakukan hal yang sama. Sedang jikalau sekarang mereka masih berani berbicara lantang mengenai pemberantasan korupsi. Hal ini hanya sekedar daftar tunggu untuk menggantikan para koruptor tersebut. Suara lantang dari para penyanyi  penyeru anti korupsi sebenarnya hanya retorika tebar pesona guna menggantikan jabatan yang sekarang masih dijabat orang lain. Semangat menunggu giliran untuk korupsi sudah terbayang dan terencana mulai dini sebelum menjadi pejabat nantinya. Inilah yang kami takutkan secara pribadi. Memang tak dapat dipungkiri segala urusan yang berkenaan dengan perputaran uang negara tidak luput atau rawan akan terinveksi virus korupsi tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana hasil dari sebuah proyek kalau sebelum proyek dijalanka, para koruptor sudah mengambil ancang-ancang untuk melakukannya. Para penyunat anggaran mulai dari mandor proyek sampai pengetuk kebijakan antara proyek itu dijalankan atau tidak, semua minta bagian atas korupsi masal tersebut. Kasus nyata itu terlihat sekali pada proyek gelanggang olahraga hambalang, proyek pengadaan simulator SIM, impor daging sapi, bahkan yang terkini kasus suap yang melibatkan petinggi pengetuk palu kebijakan konstitusi. perilaku korupsi yang kian marak tersebut di negeri ini, nampaknya telah lengkap sudah dari segala pihak lembaga yang ada di negeri ini seperti beberapa oknum dari kalangan Eksekutif, legislatif bahkan juga pihak Yudikatif pun ikut turut andil serta, semua hampir telah terjangkit virus mengerikan ini. sungguh miris menahan tangis kala mendengar dan mengetahui berita semacam ini di berbagai media. dan  alangkah semakin lucunya negeri ini, jikalau kita amati secara seksama dan teliti bersama, sedih, kecewa rasanya kita yang menjadi bagian penduduk dari negeri ini. Jika pihak yang seharusnya mengawasi dan berwenang mengadili juga turut serta perlu untuk diawasi dan bahkan harus diadili, rasanya seperti senjata makan tuan. jika demikian ini terus menerus terjadi maka kelak akan jadi apa negara ini?, bagaimana nasib bangsa ini kedepan?, bagaimana perkembangan kemajuan negeri tercinta ini di masa depan, maju mundurnya bangsa dan negara tergantung oleh segenap lapisan pihak yang menjadi penghuni negera tersebut. Mungkinkah keadilan negeri ini sudah punah atau hukum tak berlaku lagi, jikalau demikian maka apa bedanya negara dengan hutan rimba, kalau yang menang yang berkuasa. Karna kekuasaan yang disalah gunakanlah ketimpangan keadilan ini terjadi. Mereka oknum yang berkuasa seolah-olah menggunakan kekuasaanya hanya untuk memperbesar diri, memperkaya diri, mendongkrak popularitas diri menguasai dengan cara yang tidak dibenarkan oleh aturan perundang-undangan yang berlaku bahkan aturan agama pun telah tak dihiraukan lagi. Aturan hukum perundang-undangan serta aturan hukum agama yang seharusnya tuntunan dizaman ini malah hanya menjadi tontonan belaka.
Nampaknya hukuman yang berupa bui atau penjara dan denda saja, saat ini sudah tak berlaku lagi, kadang mereka yang jadi tahanan, jadi tersangka, terdakwa berlanjut ke terpidana malah seringkali menyunggingkan senyum manis jika disorot wartawan atau masuk berita di media. Seakan tak ada rasa menyesal jika perbuatannya diketahui publik. Ada pula yang miris lagi sudah jadi tahanan, malahan didalam tahanan kehidupannya bagai hidup di dalam hotel, villa atau apartemen bokingan. Berbagai fasilitas mewah mereka dapatkan didalamnya, ada yang ditahan dapat tidur nyenyak di kasur empuk, ruangan berpendingin AC dan bahkan di lengkapi dengan berbagai fasilitas atau perlengkapan rumah tangga lengkap seperti Kulkas, Televisi. Kompor gas, atau alat penanak nasi. Dan yang lebih mengejutkan lagi didalam tahanan penjara ada yang bisa mengaplikasikan alat komunikasi  seperti beberapa gadget canggih edisi terbaru lagi, misalnya Blackberry, Tablet Android, Laptop, Ipad, dan lain sebagainya yang tak bisa kami sebutkan lagi sebab terlalu banyak jenisnya. penjara yang seyogyanya merupakan ruang yang bisa menjadikan seseorang jera dan berinstrospeksi  diri, kini nampaknya tidak lagi berfungsi. Malahan beralih fungsi sebagai tempat persembunyian yang nyaman, layaknya tempat peristirahatan yang nyaman dan menyenangkan untuk disinggahi, untuk memanjakan diri atau  menghibur kegalauan diri, atau bisa dikatakan juga sebagai tempat yang cocok untuk liburan. lalu ada yang lebih mengejutkan lagi yakni ada beberapa oknum tahanan yang bisa keluar masuk penjara, mereka bisa keluar masuk tahanan bahkan kelayapan untuk liburan, ke luar kota. luar pulau, bahkan ada yang bisa keluar negeri, sungguh ngeri-ngeri negeri ini. Apa-apaan ini?, mereka yang mencuri uang rakyat yang nilainya jutaan, milyaran bahkan ada yang sampai menembus angka kisaran trilyunan, masih dapat menghirup udara bebas dan segar bahkan hukumannya terfasilitasi seperti bantuan hukum (pengacara atau kuasa hukum dan sebagainya) dengan seenaknya. Lain halnya dengan mereka oknum terpidana pencuri ayam dan sejenisnya nilai yang dicurinya hanya puluhan ribu saja, harus mendekam di tahanan yang sempit, dan berbau. Bahkan ada yang terkena denda dan sanksi yang tidak setimpal dengan perbuatan yang mereka lakukan. Hal demikianlah yang menjadikan rakyat ini semakin kecewa dengan aturan hukum yang ada di negeri ini. Seakan bak hutan rimba tadi, pokoknya yang menang yang berkuasa. karna bisa kongkalikong, bekerjasama untuk tawar menawar mengenai denda dan hukuman terhadap perbuatan salah yang telah dilakukan. Benar kata plesetan orang-orang yang menyatakan jika negeri ini masih berlandaskan UUD “Ujung-Ujungya Duit” maka selamanya keadilan tidak akan bisa terwujud dengan selaras dan seimbang. Karna hukum bisa di beli oleh mereka yang ber uang.
Menilik fakta-fakta kelucuan negeri tadi, kami pernah mengimpikan dan berangan-angan mungkinkah jikalau diadakan tambahan hukuman yang berupa bakti sosial atau kerja bakti tanpa bayaran selama kurun waktu beberapa tahun bagi para koruptor, disesuaikan dengan tingkat beratnya pelanggaran atau kesalahan yang pernah dilakukan oleh para oknum koruptor pada masa lalunya, Adapun sistem dari kerja bakti tadi adalah dengan cara mempekerjakan mereka setelah mereka keluar dari tahanan sekaligus pembayaran denda dan sebagainya sampai tuntas, kemudian setelah itu mereka diberi pekerjaan dengan ditempatkan di berbagai instansi, seperti lembaga sosial, yayasan-yayasan sosial misalnya yayasan penyandang cacat,yatim piatu atau penyantun anak jalanan, yayasan keagamaan, misalnya dilibatkan menjadi anggota dewan masjid, anggota gereja, pura dan lain sejenisnya. Atau bisa juga pada yayasan pendidikan yang masih belum memiliki gedung atau yang bisa disebut dengan sekolah alam bagi anak kurang mampu, gelandangan, anak jalanan dan sebagainya, yang sistem kerjanya tanpa ada bayaran, upah atau pamrih apapun. Tujuan utamanya untuk melatih keikhlasan berjuang. yang tanpa pamrih berbakti membangun negeri. Sehingga mereka dapat merasakan betapa pentingnya suatu pengabdian, belajar akan sesungguhnya arti perjuangan  didalam kehidupan, menjalani sesungguhnya hidup berjuang dengan serba kekurangan atau minimnya fasilitas, agar para pelaku tindak pidana korupsi menjadi jera, bisa berinstropeksi diri sehingga tidak mengulangi kesalahanya lagi.
Ada alternatif hukuman lagi, yakni dapat pula terpidana korupsi itu setelah keluar dari bui ditempatkan disuatu desa atau daerah yang terpencil dan minim fasilitas atau masih dalam tahap perkembangan pembangunan. dan setidaknya mereka juga bisa ikut andil bagian untuk turut serta membangun daerah yang tertinggal, seperti halnya mereka bisa turut serta dalam kerja bakti membangun jalan raya, membangun saluran irigasi bagi pemukiman maupun persawahan, ikut serta dalam gotong royong membangun jembatan yang melintasi sungai dan tepian jurang, adapun dalam hal domisili atau tempat tinggal mereka bisa disuruh untuk membuat rumah singgah sementara seperti gubug, tenda, atau mereka  bisa juga membuat rumah yang terbuat dari kayu di tengah hutan sebagai tempat singgah, ya pokoknya hidup nomaden seperti manusia purba zaman dahulu yang berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat lainnya, dan adapun dalam hal ini KPK perlu untuk melibatkan pihak aparatur pemerintah daerah atau desa yang hutannya disinggahi oleh para terpidana koruptor tersebut, untuk menjadi pengawas, pemantau, pemandu, penanggungjawab dan sebagainya yang berkaitan didalam proses hukuman pengabdian bagi para terpidana koruptor tersebut. Oleh karena itu tidak ayal lagi, kalau memang KPK mau dan mampu bekerja serius, dalam arti lebih intens lagi. Maka siap-siap saja Indonesia membangun penjara terbesar di dunia dan di tempatkan dalam pulau tersendiri guna menampung para pelaku koruptor tersebut.
Korupsi merupakan kejahatan berat, dan akibatnya juga berat. bagaimana tidak berat? kekayaan yang semestinya dinikmati oleh orang banyak, ternyata hanya dinikmati perorangan atau golongan bahkan dengan cara yang tidak layak dan baik pula. NKRI ini akan kian jauh dari peningkatan dan kemajuan bahkan terus mengalami kebobrokan, selama budaya korupsi masih terus berjalan. jika segala sesuatu diukur dengan uang maka praktek-praktek korupsi itu kian menggejala, menjadi anggota legislatif atau yudikatif misalnya, ujung-ujungnya pun untuk kepentingan uang. Label negeri gemah ripah loh jinawe jauh dari angan, kalau praktek korupsi ini tidak segera dihentikan dengan paksa dan hukuman setimpal bagi pelakunya. Untuk meminimalisir dan menangkal perihal korupsi tersebut.

Perlu difahami, Korupsi itu mengandung hisab yang lebih berat di akhirat. misalnya seseorang yang memakan harta rakyat  sebesar Rp. 1.000.000,- itu lebih berat hukumannya daripada mencuri Rp. 100 milyar milik satu orang. sebab jika mengkorupsi harta milik rakyat, maka urusannya dengan seluruh penduduk negeri, namun bila benda yang dikorupsi itu milik satu orang, maka urusannya pun hanya dengan satu orang tersebut.

Disamping itu, segala hal yang dikorupsi, akan dibawa nanti di akhirat, seperti yang telah tersirat dalam (QS.3:161), Dahulu misalnya orang mencuri kambing besok kambing itu akan dimunculkan lagi oleh Allah SWT. Dan akan dipikul orang tersebut. Kalau misalkan hasil korupsinya dilakukan money laundry atau dibelikan mobil atau rumah maka benda itu yang akan dipikulnya kelak.

Sudah seyogyanya haruslah kita melawan perilaku korupsi itu dengan gerakan-gerakan moral anti korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan bahaya  yang diakibatkannya harus senantiasa disosialisasikan kepada khalayak bisa melalui berbagai bentuk kegiatan sepertihalnya media tulis, cetak, elektronik seperti ini. Dengan cara inipara penulis dan sastrawan bisa ambil peran. Lewat tulisan mereka mencoba mengambil peran yang gagal diambil aturan dan undang-undang. Hukum dan undang-undang tak cukup efektif memberantas korupsi. Hingga saat ini, ketika aparat penegak hukum bekerja keras menjalankan undang-undang, tetap saja masih banyak koruptor berkeliaran. Akhirnya penulis dan penyair indonesia berkesempatan untuk berkreasi menulis lembar keluh kesah mereka akan korupsi. penulis mencoba ambil peran untuk mengetuk nurani,dengan harapan sederhana, semoga orang akan terketuk hatinya saat membaca tulisan. Orang akan tersadar betapa hinanya menikmati harta yang seharusnya dinikmati orang lain. dan memang sepantasnya koruptor itu dikucilkan dari muka bumi ini.

Readmore → Korupsi Berlaku Jika Landasannya Masih UUD "Ujung-Ujungnya Duit"

Ciri-Ciri Wahabi

AQIDAH

1. Membagi Tauhid menjadi 3 bagian yaitu:

(a). Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini, mereka mengatakan bahwa kaum musyrik Mekah dan orang-orang kafir juga mempunyai tauhid.
(b). Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka menafikan tauhid umat Islam yang bertawassul, beristigathah dan bertabarruk sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut diterima oleh jumhur ulama
Islam khasnya ulama empat Imam madzhab.
(c.) Tauhid Asma’ dan Sifat: Tauhid versi mereka ini bisa menjerumuskan umat islam ke lembah tashbih dan tajsim kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala seperti:

Menterjemahkan istiwa’ sebagai bersemayam/ bersila
Merterjemahkan yad sebagai tangan
Menterjemahkan wajh sebagai muka
Menisbahkan jihah (arah) kepada Allah (arah atas – jihah ulya)
Menterjemah janb sebagai lambung/rusuk
Menterjemah nuzul sebagai turun dengan dzat
Menterjemah saq sebagai betis
Menterjemah ashabi’ sebagai jari-jari, dll
Menyatakan bahawa Allah SWT mempunyai “surah” atau rupa
Menambah bi dzatihi haqiqatan [dengan dzat secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat mutashabihat

2. Memahami ayat-ayat mutashabihat secara zhahir tanpa penjelasan terperinci dari ulama-ulama yang mu’tabar

3. Menolak asy-Sya’irah dan al-Maturidiyah yang merupakan ulama’ Islam dalam perkara Aqidah yang diikuti mayoritas umat islam

4. Sering mengkrititik asy-Sya’irah bahkan sehingga mengkafirkan asy-Sya’irah.

5. Menyamakan asy-Sya’irah dengan Mu’tazilah dan Jahmiyyah atau Mu’aththilah dalam perkara mutashabihat.

6. Menolak dan menganggap tauhid sifat 20 sebagai satu konsep yang bersumberkanfal safah Yunani dan Greek.

7. Berselindung di sebalik mazhab Salaf.

8. Golongan mereka ini dikenal sebagai al-Hasyawiyyah, al-Musyabbihah, al-
Mujassimah atau al-Jahwiyyah dikalangan ulama’ Ahli Sunnah wal Jama’ah.

9. Sering menuduh bahwa Abu Hasan Al-Asy’ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah bertaubat dari mazhab asy-Sya’irah. Menuduh ulama’ asy-Sya’irah tidak betul-betul memahami faham Abu Hasan Al-Asy’ari.

10. Menolak ta’wil dalam bab Mutashabihat.

11. Sering menuduh bahwa mayoritas umat Islam telah jatuh kepada perbuatan syirik.

12. Menuduh bahwa amalan memuliakan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam [membaca maulid dll] membawa kepada perbuatan syirik.

13. Tidak mengambil pelajaran sejarah para anbiya’, ulama’ dan sholihin dengan
dalih menghindari syirik.

14. Pemahaman yang salah tentang makna syirik, sehingga mudah menghukumi orang sebagai pelaku syirik.

15. Menolak tawassul, tabarruk dan istighathah dengan para anbiya’ serta sholihin.

16. Mengganggap tawassul, tabarruk dan istighathah sebagai cabang-cabang syirik.

17. Memandang remeh karamah para wali [auliya’].
18. Menyatakan bahwa ibu bapa dan datuk Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak selamat dari adzab api neraka.

19. Mengharamkan mengucap “radhiallahu ‘anha” untuk ibu Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam, Sayyidatuna Aminah.

SIKAP

1. Sering membid’ahkan amalan umat Islam bahkan sampai ke tahap mengkafirkan
mereka.
2. Mengganggap diri sebagai mujtahid atau berlagak sepertinya (walaupun tidak layak).
3. Sering mengambil hukum secara langsung dari al-Qur’an dan hadits (walaupun tidak layak).
4. Sering memtertawakan dan meremehkan ulama’ pondok dan golongan agama yang lain.
5. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang ditujukan kepada orang kafir sering ditafsir ke atas orang Islam.
6. Memaksa orang lain berpegang dengan pendapat mereka walaupun pendapat itu syaz (janggal).


HADITS

1. Menolak beramal dengan hadis dho’if.
2. Penilaian hadits yang tidak sama dengan penilaian ulama’ hadits yang lain.
3. Mengagungkan Nasiruddin al-Albani di dalam bidang ini [walaupun beliau tidak
mempunyai sanad bagi menyatakan siapakah guru-guru beliau dalam bidang hadits.
[Bahkan mayoritas muslim mengetahui bahwa beliau tidak mempunyai guru dalam bidang hadits dan diketahui bahawa beliau belajar hadits secara sendiri dan ilmu jarh dan ta’dil beliau adalah mengikut Imam al-Dhahabi].
4. Sering menganggap hadits dho’if sebagai hadits mawdhu’ [mereka mengumpulkan hadits dho’if dan palsu di dalam satu kitab atau bab seolah-olah kedua-dua kategori hadits tersebut adalah sama]
5. Pembahasan hanya kepada sanad dan matan hadits, dan bukan pada makna hadits. Oleh karena itu, pebedaan pemahaman ulama’ [syawahid] dikesampingkan.

ALQUR’AN

1. Menganggap tajwid sebagai ilmu yang menyusahkan dan tidak perlu (Sebagian Wahabi indonesia yang jahil)

FIQH

1. Menolak mengikuti madzhab imam-imam yang empat; pada hakikatnya
mereka bermadzhab “TANPA MADZHAB”
2. Mencampuradukka n amalan empat mazhab dan pendapat-pendap at lain sehingga membawa kepada talfiq [mengambil yang disukai] haram
3. Memandang amalan bertaqlid sebagai bid’ah; mereka mengklaim dirinya berittiba’
4. Sering mengungkit dan mempermasalahka n soal-soal khilafiyyah
5. Sering menggunakan dakwaan ijma’ ulama dalam masalah khilafiyyah
6. Menganggap apa yang mereka amalkan adalah sunnah dan pendapat pihak lain adalah Bid’ah
7. Sering menuduh orang yang bermadzhab sebagai ta’assub [fanatik] mazhab
8. Salah faham makna bid
ah yang menyebabkan mereka mudah membidahkan orang lain
9. Mempromosikan madzhab fiqh baru yang dinamakan sebagai Fiqh al-Taysir, Fiqh al-Dalil, Fiqh Musoffa, dll [yang jelas keluar daripada fiqh empat mazhab]
10. Sering mewar-warkan agar hukum ahkam fiqh dipermudahkan dengan menggunakan hadis “Yassiru wa la tu’assiru, farrihu wa la tunaffiru”
11. Sering mengatakan bahwa fiqh empat madzhab telah ketinggalan zaman



NAJIS

1. Sebagian mereka sering mempermasalahka n dalil akan kedudukan babi sebagai najis mughallazhah
2. Menyatakan bahwa bulu babi itu tidak najis karena tidak ada darah yang mengalir.

WUDHU’

1. Tidak menerima konsep air musta’mal
2. Bersentuhan lelaki dan perempuan tidak membatalkan wudhu’
3. Membasuh kedua belah telinga dengan air basuhan rambut dan tidak dengan air yang baru.

ADZAN

1. Adzan Juma’at sekali; adzan kedua ditolak

SHALAT

1. Mempromosikan “Sifat Shalat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam
, dengan alasan kononnya shalat berdasarkan fiqh madzhab adalah bukan sifat shalat Nabi yang benar
2. Menganggap melafazhkan kalimat “usholli” sebagai bid’ah.
3. Berdiri dengan kedua kaki mengangkang.
4. Tidak membaca “Basmalah
secara jahar.
5. Menggangkat tangan sewaktu takbir sejajar bahu atau di depan dada.
6. Meletakkan tangan di atas dada sewaktu qiyam.
7. Menganggap perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam shalat sebagai perkara bid
ah (sebagian Wahabiyyah Indonesia yang jahil).
8. Menganggap qunut Subuh sebagai bid’ah.
9. Menggangap penambahan “wa bihamdihi” pada tasbih ruku’ dan sujud adalah bid’ah.
10. Menganggap mengusap muka selepas shalat sebagai bid’ah.
11. Shalat tarawih hanya 8 rakaat; mereka juga mengatakan shalat tarawih itu
sebenarnya adalah shalat malam (shalatul-lail) seperti pada malam-malam lainnya
12. Dzikir jahr di antara rakaat-rakaat shalat tarawih dianggap bid’ah.
13. Tidak ada qadha’ bagi shalat yang sengaja ditinggalkan.
14. Menganggap amalan bersalaman selepas shalat adalah bid’ah.
15. Menggangap lafazh sayyidina (taswid) dalam shalat sebagai bid’ah.
16. Menggerak-gerak kan jari sewaktu tasyahud awal dan akhir.
17. Boleh jama’ dan qashar walaupun kurang dari dua marhalah.
18. Memakai sarung atau celana setengah betis untuk menghindari isbal.
19. Menolak shalat sunnat qabliyyah sebelum Juma’at
20. Menjama’ shalat sepanjang semester pengajian, karena mereka berada di landasan Fisabilillah

DO’A, DZIKIR DAN BACAAN AL-QUR’AN

1. Menggangap do’a berjama’ah selepas shalat sebagai bid’ah.
2. Menganggap dzikir dan wirid berjama’ah sebagai bid’ah.
3. Mengatakan bahwa membaca “Sodaqallahul ‘azhim” selepas bacaan al-Qur’an adalah Bid’ah.
4. Menyatakan bahwa do’a, dzikir dan shalawat yang tidak ada dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai bid’ah. Sebagai contoh mereka menolak Dala’il al-Khairat, Shalawat al-Syifa
, al-Munjiyah, al-Fatih, Nur al-Anwar, al-Taj, dll.
5. Menganggap amalan bacaan Yasin pada malam Jum’at sebagai bid’ah yang haram.
6. Mengatakan bahwa sedekah atau pahala tidak sampai kepada orang yang telah wafat.
7. Mengganggap penggunaan tasbih adalah bid’ah.
8. Mengganggap zikir dengan bilangan tertentu seperti 1000 (seribu), 10,000 (sepuluh ribu), dll sebagai bid’ah.
9. Menolak amalan ruqiyyah syar’iyah dalam pengobatan Islam seperti wafa
, azimat, dll.
10. Menolak dzikir isim mufrad: Allah Allah.
11. Melihat bacaan Yasin pada malam nisfu Sya’ban sebagai bid’ah yang haram.
12. Sering menafikan dan memperselisihka n keistimewaan bulan Rajab dan Sya’ban.
13. Sering mengkritik keutamaan malam Nisfu Sya’ban.
14. Mengangkat tangan sewaktu berdoa’ adalah bid’ah.
15. Mempermasalahka n kedudukan shalat sunat tasbih.

PENGURUSAN JENAZAH DAN KUBUR

1. Menganggap amalan menziarahi maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para anbiya’, awliya’, ulama’ dan sholihin sebagai bid’ah dan shalat tidak boleh dijama’ atau qasar dalam ziarah seperti ini.
2. Mengharamkan wanita menziarahi kubur.
3. Menganggap talqin sebagai bid’ah.
4. Mengganggap amalan tahlil dan bacaan Yasin bagi kenduri arwah sebagai bid’ah yang haram.
5. Tidak membaca do’a selepas shalat jenazah.
6. Sebagian ulama’ mereka menyeru agar Maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikeluarkan dari masjid nabawi atas alasan menjauhkan umat Islam dari syirik
7. Menganggap kubur yang bersebelahan dengan masjid adalah bid’ah yang haram
8. Do’a dan bacaan al-Quran di perkuburan dianggap sebagai bid’ah.

MUNAKAHAT [PERNIKAHAN]

1. Talak tiga (3) dalam satu majlis adalah talak satu (1)

MAJLIS SAMBUTAN BERAMAI-RAMAI

1. Menolak peringatan Maulid Nabi; bahkan menyamakan sambutan Mawlid Nabi dengan perayaan kristen bagi Nabi Isa as.
2. Menolak amalan marhaban para habaib
3. Menolak amalan barzanji.
4. Berdiri ketika bacaan maulid adalah bid’ah
5. Menolak peringatan Isra’ Mi’raj, dll.


HAJI DAN UMRAH

1. Mencoba untuk memindahkan “Maqam Ibrahim as.” namun usaha tersebut telah digagalkan oleh al-Marhum Sheikh Mutawalli Sha’rawi saat beliau menemuhi Raja Faisal ketika itu.
2. Menghilangkan tanda telaga zam-zam
3. Mengubah tempat sa’i di antara Sofa dan Marwah yang mendapat tentangan ulama’ Islam dari seluruh dunia


PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN

1. Maraknya para professional yang bertitle LC menjadi “ustadz-ustadz
mereka (di Indonesia)

2. Ulama-ulama yang sering menjadi rujukan mereka adalah:
a. Ibnu Taymiyyah al-Harrani
b. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
c. Muhammad bin Abdul Wahhab
d. Sheihk Abdul Aziz bin Baz
e. Nasiruddin al-Albani
f. Sheikh Sholeh al-Utsaimin
g. Sheikh Sholeh al-Fawzan
h. dll.

3. Sering mendakwahkan untuk kembali kepada al-Qura’an dan Hadits (tanpa menyebut para ulama’, sedangkan al-Qura’n dan Hadits sampai kepada umat Islam melalui para ulama’ dan para ulama’ juga lah yang memelihara dan menjabarkan kandungan al-Qur’an dan Hadits untuk umat ini)
4. Sering mengkritik Imam al-Ghazali dan kitab “Ihya’ Ulumuddin”


PENGKHIANATAN MEREKA KEPADA UMAT ISLAM

1. Bersekutu dengan Inggris dalam menjatuhkan kerajaan Islam Turki Utsmaniyyah
2. Melakukan perubahan kepada kitab-kitab ulama’ yang tidak sehaluan dengan mereka
3. Banyak ulama’ dan umat Islam dibunuh sewaktu kebangkitan mereka di timur tengah
4. Memusnahkan sebagian besar peninggalan sejarah Islam seperti tempat lahir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meratakan maqam al-Baqi’ dan al-Ma’la [makam para isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Baqi’, Madinah dan Ma’la, Mekah], tempat lahir Sayyiduna Abu Bakar dll, dengan hujjah tempat tersebut bisa membawa kepada syirik.
5. Di Indonesia, sebagian mereka dalu dikenali sebagai Kaum Muda atau Mudah [karena hukum fiqh mereka yang mudah, ia merupakan bentuk ketaatan bercampur dengan kehendak hawa nafsu].


TASAWWUF DAN THARIQAT

1. Sering mengkritik bahkan menolak aliran Sufisme dan kitab-kitab sufi yang mu’tabar
2. Sufiyyah dianggap sebagai kesamaan dengan ajaran Budha dan Nasrani
3. Tidak dapat membedakan antara amalan sufi yang benar dan amalan bathiniyyah yang sesat.

Wallahu a’lam bish-Showab wal hadi ila sabilil haq.
Readmore → Ciri-Ciri Wahabi