Showing posts with label Artikel. Show all posts
Showing posts with label Artikel. Show all posts

Nalar Politik Aswaja

A) Membaca Kembali Nalar Politik Aswaja: (Studi Kritis Atas Nalar Politik Kiai Di Kawasan Tapal Kuda Jawa Timur)
B) Latar Belakang
Dewasa ini pembicaraan tentang wacana politik sudah mulai mengalami penurunan selera,walaupun realitas praktis perpolitikan di Indonesia masih tetap mewarnai negara. Dengan kata lain Asumsi negatif tentang kontestasi politik di Indonesia, telah mengendap dan terpatri dalam memori masyarakat, sehingga masyarakat kerapkali lesu membicarakan wacana politik. Mereka berasumsi bahwa politik adalah sesuatu yang kotor,yang hanya berorientasi pada perebutan kekuasaan, intrik mengintrik,dan menghalalakan segala cara. Asumsi di atas secara sepintas bisa kita benarkan, karena pada realitasnya para kontestan politik kerap kali menggunakan kekuasaannya untuk mendominasi kepentingan dirinya dan golongan, menindas rakyat kecil, mencari kesalahan orang lain dan menggantinya dengan kesalahan baru, mengumbar janji janji utopis, dan pura pura mengayomi masyarakat demi melanggengkan kekuasaannya. Kenyataan ini memang kerap kali dirasakan oleh masyarakat kita, sehingga mereka tidak percaya lagi pada politik dan para pelaku politik, termasuk juga prilaku politik Kiai. Klaim masyarakat tersebut bersifat general berlaku pada setiap tindakan atau prilaku politik, karena memang politik dianggap sebagai sesuatu alat yang mampu menghipnotis para pelakunya untuk melanggengkan kekuasaannya.
Kiai yang terjun ke politik, menurut klaim masyarakat berarti dia ingin bermain main dengan kekuasaan, memenuhi kepentingan dirinya dan golongan bukan lagi kepentingan umat. Berangkat dari klaim terbut, sehingga kerap kali masyarakat tidak percaya pada Kiai yang terjun dalam politik praktis. Ketidak percayaan itu juga bisa dibenarkan karena pada realitasnya para Kiai yang berpolitik acap kali dikendalikan dan digerakkan oleh para “pembisik politik” untuk gandrung terhadap perebutan kekuasaan, tanpa memikirkan target,tujuan dan dampaknya pada masyarakat secara makro, untuk itu menurut sebagian masyarakat hendaknya Kiai tidak usah kepanggung politik,berkonsentrasilah kepada santri dan pesantrennya.
Potret realitas perpolitikan diatas, menggelisahkan peneliti secara akademik untuk melakukan riset dan kajian secara radikal kritis, terhadap kreasi politik bangsaini. Kegelisahan tersebut bermuara pada semakin maraknya kreasi dan keterlibatan kaum santri (Kiai) di pentas percaturan politik, bahkan saat ini para Kiai bersatu,dan sebagai deklarator dalam berkibarnya satu berdera politik,di tengah realitas politik yang semakin kacau, penderitaan bangsa Indonesia yang semakin menggurita dan ketidak percayaan masyarakat terhadap politisi termasuk juga Kiai yang berpolitik. Integritas politik Kiai diatas, dapat dilihat pada tujuh belas Kiai karismatik sebagai deklarator sebuah bendera politik, diantaranya adalah: K.H.Abdullah Faqih Langitan, K.H. Ma’ruf Amin, K.H Abdurrochman Chudlori, K.H. Achmad Sufyan Miftahul Arifin, K.H. Idris Marzuqi Lirboyo, K.H. Ahmad Warson Munawir, K.H Muhaimin Gunardo,K.H Abdullah Sahal, K.H.Sholeh Qosim, K.H Nurul Huda Jazuli, K.H Chasbullah Badawi, K.H Abdul Adzim Abdullah Suhaimi,MA, K.H. Mas Muhammad Subadar, K.H.A.Humaidi Dahlan,Lc, K.H.M.Thahir Syarkawi, Habib Hamid Bin Hud Al-Atthos, K.H Aniq Muhammadun
1. Berdasar kegelisahan akademik inilah, peneliti ingin membaca kembali nalar politik Ahlus Sunnah Wal Jama’ah(Aswaja) yang telah di interpretasikan, di ramu, dikembangkan dan dijadikan sebuah Asas partai politik oleh para Kiai, sehingga dapat menemukan hasrat dibalik nalar politik Kiai. Sasaran penelitian ini adalah para Kiai karismatik yang mayoritas memiliki pesantern,dan secara cultural memiliik basis massa. Oleh karena banyakannya para Kiai karismatik, maka akan di fokuskan pada Kiai “tapal kuda”.
2. Jawa Timur. Agar pembacaan ini tidak bersifat justifikasi, maka akan di gunakan pisau analisis yang terdiri dari sosiologi pengetahuan Karl Mannheim, dan teori “agen” Antonny Giddens.

C) Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.   Bagaimana pembacaan atas nalar politik Kiai yang menjadikan Aswaja sebagai landasan politik di kawasan tapal kuda Jawa Timur.
2.   Bagaimana epistemolog nalar politik Aswaja
3.   Bagaimana hasrat dan konstruk nalar politik Kiai di kawasan “tapal kuda

D) Pembatasan Masalah

Ada dua batas atau ruang lingkup kajian dalam penelitian ini: a) secara konseptual teoritis,Masalah yang menjadi bidikan dalam penelitian ini adalah nalar politik Kiai yang berpijak pada nalar politik Aswaja. b) secara wilayah praktis, akan dibatasi pada nalar politik Kiai di kawasan tapal kuda yang memiliki karisma tinggi dan basiss masa secara cultural. Diantaranya adalah K.H Mas Subadar, (Pasuruan) K.H Abd. Haq Zaini,(Paiton probolinggo) K.H Ahmad Sufyan Miftahul Arifin,(Panji Situbondo), K.H Amin Said (Bondowoso), K.H. Hamid Hasbullah (Jember), R.K.H.Husni Zuhri (Banyuputih,Lumajang) dengan demikian, selain nalar politik Kiai yang telah disebut diatas yang berpijak pada Aswaja, bukan menjadi wilayah penelitian ini.

E) Signifikansi Penelitian

Berpijak pada latar belakang,rumusan masalah,dan pembatasan masalah diatas, kontribusi keilmuan yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah: pertama, memberikan cakrawala baru dalam proses interpretasi atau pembacaan terhadap wacana politik,secara teorits dan praktis. Kedua, menambah pengetahuan tentang nalar politik Aswaja,
secara histories kontekstual, yang saat ini Aswaja hanya di pahami sebagai madhhab teologis.
Ketiga, menggugah militansi dan integrasi kaum santri dalam berpolitik dengan membumikan nilai nilai Aswaja sebagai manhaj al siyasi. Kempat, memberikan potret,dan pemahan baru tentang Kiai sebagai agent politik,tentunya dengan teori agen Giddens. Kelima,Menggugah masyarakat Indonesia khususnya kaum santri untuk melakukan perubahan social,tentunya dengan menerapkan konsep neo-politik Aswaja,yang akan dirumuskan dalam penelitian ini.

F) Kajian Riset Sebelumnya

Kajian tentang politik Kiai memang bukanlah hal yang baru,melainkan sebuah kajian yang kerapkali dilakukan oleh para intelektual,dan peneliti. Rancangan penelitian ini secara ilmiah, merupakan rangkaian dari penelitian penelitian terdahulu yang sempat dipelajari dan dikaji sesuai dengan amatan dan kemampuan peneliti dalam mengakses pelbagai macam penelitian tentang politik Kiai.,tentunya yang agak relevan dengan fokus masalah penelitian. Diantara kajian yang berhasil diamati oleh peneliti adalah: pertama, “Islam profetik: substansiasi nilai nilai agama dalam ruang publik” karya Masdar Hilmy. Dalam buku ini, di bagian dua dan tiga, masdar hilmy memotret realitas politik Kiai dan kaum santri. Pada bagian dua, masdar hilmy melihat bahwa ada kehawatiran besar dibalik turun gunungnya Kiai kepentas percaturan politik, yang olehnya disebut arena lingkaran kekuasaan yang hegemonic.
Kehawatirannya adalah Kiai tidak mampu mengendalikan dan menggunakan “
kuasa moral” dirinya,dalam memasuki pertarungan tersebut, disebabakan kuatnya kuasa a moral realitas politik kita. Dalam konteks Pemilu, Kiai hanya dijadikan sebagai alat untuk mendulang suara,demi kepentingan para penguasa yang mencoba merangkul para Kiai sebagai patnernya. Realitas inilah yang olehnya disebut sebagai mistifikasi politik yang cenderung melemahkan “kuasa moral” Kiai. Berpijak pada logika inilah, muncul pernyataan dari masdar hilmy bahwa,siapapun,sesaleh apapun yang masuk kedunia politik, bersiaplah untuk korup. Artinya realitas politik kita yang cenderung korup mengalahkan kuasa moral siapapun. Di bagian tiga, masdar hilmy melanjutkan tulisannya tentang teologi politik kaum santri (Kiai),yang berawal dari kegelisahannya terhadap kegagalan politik kaum santri yang diakibatkan adanya rumusan teologi politik yang terjebak dalam doktrin Aswaja yang bersifat normative moralis. Melihat problem inilah masdar hilmy menawarkan reformulasi paradigma politik dengan teologi politik pragtis pragmatis.

Kedua, artikel yang berjudul “
Politik Kiai Vis A Vis Kiai Politik” karya Firman H.Abu, tulisan ini membicarakan realitas politik yang diperankan oleh kaum santri atau Kiai, yang menurutnya telah terjadi sebuah penyimpangan nilai nilai politik yang berlandaskan agama, kedalam prilaku politik Kiai. Dalam konteks ini, Firman membedakan antara politik Kiai dan Kiai politik. Menurutnya politik Kiai adalah politik Islam atau politik yang mengandung nilai nilai Islam, yang dibawa dan dipraktikkan oleh para Kiai atau ulama sebagai pewaris para nabi. Sedangkan Kiai politik adalah subjek yang terlibat langsung dengan persolan politik praktis. Persoalan yang menjadi kajian dalam tulisan tersebut adalah apakah Kiai politik telah melaksanakan politik Kiai sebagai metode siyasah? Menurutnya dari hasil analisisnya, bahwa saat ini mayoritas Kiai politik masih belum menggunakan politik Kiai, melainkan masih terjebak dan terpenjara oleh realitas politik yang cenderung keluar dari nilai agama. Ketiga, artikel yang berjudul, “Problem Nalar Islam Politik Di Indonesia” ,Karya M Syifa Amin widigdo, tulisan ini menggunakan pendekatan histories dalam memotret nalar Islam politik yang terjadi di Indonesia. Focus masalah yang dibidiknya pada problem epistemologis yang membentuk cara bernalar Islam politik yang melibatkan kondisi histories, doktrin keagaman,dan afinitas ideologis sebagai pemicu lahirnya prilaku politik. menurutnya, Islam politik di Indonesia belum pernah mencapai puncak kejayaan, bahkan selalu kehilangan kesempatan dalam perebutan kekuasaan. Fenomena ini menurutnya disebabkan, oleh adanya konflik internal para pelaku Islam politik, sehingga saat ini setiap pemilu umat Islam apatis terhadap Islam politik.

Dari ketiga kajian terdahulu tentang politik Kiai, peneliti menemukan sesuatu dimensi yang belum terkatakan atau dimensi kajian yang belum tersentuh oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah: pertama, dimensi nalar politik Aswaja sebagai penggugah atau motor penggerak nalar politik Kiai. Kedua, keterlibatan Kiai sebagai agen politik,bukan lagi sebagai konsumen politik. ketiga, kerangka teori dan pendekatan yang digunakan bercorak baru,yaitu dengan menggunakan sosiologi pengetahuan
Karl Manheim,dan teori Agen, Antony Giddens. Ketiga dimensi, inilah yang mencerminkan unsur kebaruan dari penelitian ini.

G) Kerangka Teori

Kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu social, dengan dua pendekatan: pertama, sosiologi pengetahuan versi
Karl Manheim, yang menekankan pada bagaimana pengetahuan itu membentuk karakter tindakan manusia. Artinya, tindakan manusia di tentukan oleh latar pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain pengetahuan memiliki hubungan dengan eksistensinya. Menurutnya, sosiologi pengetahuan mengambil dua bentuk: 1), sebagai suatu penyelidikan empiris murni lewat pemaparan dan analisis structural tentang cara hubungan social dengan realitas yang mempeangaruhi pemikiran. 2) penelitian empiris tersebut di ramu menjadi sebuah penelitian epistemologis yang memusatkan pada keterlibatan hubungan dan pemikiran atas masalah kesahihan. dalam konteks penelitian ini, sosiologi pengetahuan di gunakan untuk mengungkap kaitan nalar politik Aswaja dengan hasrat nalar politik Kiai tapal kuda, yang akan diawali dengan mengkaji epistemologi Aswaja.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahuai makna Aswaja sebagai kerangka berpikir dalam melakukan perubahan social, pemberdayaan masyarakat penataan bangsa dan negara. Dikatakan demikian karena saat ini banyak pendapat yang mengatakan bahwa Aswaja hanya berurusan dengan persoalan teologi dan fiqih, tidak bersentuhan dengan persoalan kebangsaan,dan kenegaraan. Aswaja juga diasumsikan sebagai kerangka berpikir yang hanya membuat kaum santri (Kiai),
dan kaum Nahdliyyin bersikap altruistic (suka mengalah), sehingga menjadi lemah dalam pertarungan politik kebangsaan. Dalam pandangan yang berbeda Aswaja di pahami sebagai kerangka berpikir yang kerap kali bersentuhan dengan persoalan politik, perebutan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat pada misi politik yang dibawa Muhammad SAW, “bahwa saya dan umatku akan bisa menaklukkan imperium Persia dan romawi.” Pelbagai asumsi tentang Aswaja inilah yang nantinya akan dilakukan kajian secara radikal kritis, dan di dialektikan dengan pengetahuan Aswaja yang di akses oleh Kiai “tapal kuda”.
Kedua, pendekatan agen versi Anthony Giddens yang menekankan pada tindakan manusia sebagai sebuah agen (pelaku). Menurutnya seorang agen berbeda dengan seorang konsumen. Agen dalam sebuah tindakannya memiliki langkah langkah sistematis yaitu a)motivasi tindakan, b) rasionalisasi tindakan,dan c) monitoring refleksi tindakan. Dalam konteks penelitian ini, teori agen di gunakan untuk melihat hasrat Kiai di kawasan tapal kuda dalam membangun nalar politik. apakah militansi dan integritas Kiai dalam panggung politik, sudah mencerminkan tindakan sebagai seorang agen politik yang bertujuan ataukah hanya sebagai konsumen yang lahir dari gerakan kebencian terhadap ideologi politik sebelumnya.

H) Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk memperoleh data data kualitatif yang berupa konsep,teori,dan tindakan, yang dalam konteks ini berupa data data yang menunjukkan nalar politik Aswaja dan nalar politik Kiai di kawasan tapal kuda yang berpijak pada Aswaja. Metode berpikir yang digunakan bersifat dialektis yaitu dengan diawali mendeskripsikan data, menganalisis data dan di uji dengan sebuah teori atu pendekatan, kemudian diakhiri dengan sebuah tawaran metodologis atau teoritis dari hasil analisis oleh peneliti.
Untuk memperoleh data tersebut, peneliti menggunakan metode intervieuw (wawancara), dan diskusi dengan sumber penelitian,yaitu para Kiai yang menjadi bidikan,dan diskusi secara literal dengna data data teoritis yang berkenaan dengan Aswaja, nalar politik Kiai dan sesuatu yang relevan dengan penelitian sebagai pendukung penelitian.

I) Referensi

Amin, Ma’ruf
.2007.Kenapa Harus PKNU: 20 Hujjah Pendirian Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Jakarta Pusat:DPP. PKNU.
Amin Widigdo M.Syifa, problem nalar Islam politik,http://rapidshare.com/files/160248727/presented_nalar_politik.doc.html
Aqiel Siradj, Said. 2000. Latar Kultural Dan Politik Kelahiran Aswaja, Dalam Kontroversi Aswaja: Aula Perdebatan Dan Re Interpretasi, editor,Yogyakarta: Lkis.
Giddens, Anthony. 2003the constitutions of society: Teori Strukturasi Untuk Analisis Social, Pasuruan: Pedati.
.H.Abu,Firman. Politik Kiai Vis A Vis Kiai Politik, dalam http://warteg.or.id/v4
Mannheim, Karl. 1991. Ideology Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, Yogyakarta:Kanisius.
Sutarto, Ayu. dalam makalah jelajah budaya yang diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional ,Sekilas Tentang Masyarakat Pandalungan, Yogyakarta. 2006

Thompson, John B. 2003.Analisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi Ideologi Dunia, Yogyakarta: IRCISOD.
Readmore → Nalar Politik Aswaja

HARGA DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR

Pengertian Self Efficacy

Bandura (1986) mendefinisikan self efficacy sebagai penilaian seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melaksanakan serangkaian perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai tipe-tipe performansi yang telah direncanakan. Pengertian lain dari self efficacy adalah kepercayaan individu akan kemampuan dirinya untuk menghadapi suatu hambatan. Self efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuannya melakukan suatu tugas dengan berhasil pada tingkat tertentu atau keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan berhasil. Self efficacymenentukan jenis perilaku pengatasan, berapa lama individu mampu berhadapan dengan hambatan-hambatan yang tidak diinginkan dan berapa besar usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi persoalan atau menyelesaikan suatu tugas (Bandura, 1986). Self efficacy  meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan.

Sumber Pembentukan Harga Diri
Ada empat aspek menurut Coopersmith (1967) yang menjadi  sumber pembentukan harga diri seseorang. Empat hal tersebut adalah :
a.       Keberartian (significant)
Keberartian individu nampak dari adanya penerimaan, penghargaan, perhatian dan kasih sayang dari orang lain. Penerimaan dan perhatian biasanya ditujukan dengan adanya penerimaan dari lingkungannya, ketenaran dan dukungan keluarga. Semakin banyak ekspresi kasih sayang yang diterima individu, individu akan semakin berarti. Tetapi apabila individu tidak atau jarang memperoleh stimulus positif dari orang lain, maka kemungkinan besar individu akan merasa ditolak dan mengisolasikan diri dari pergaulan.
b.      Kekuatan (power)
Kemampuan untuk mempengaruhi dan mengontrol diri sendiri serta orang lain. Pada situasi tertentu kebutuhan ini ditunjukkan dengan adanya penghargaan, penghormatan dari orang lain. Pengaruh dan wibawa juga merupakan hal-hal yang menunjukkan adanya aspek ini pada seorang individu. Dari pihak individu, seseorang yang mempunyai kemampuan seperti ini biasanya akan menunjukkan sifat-sifat asertif dan explanatory actionsyang tinggi.
c.       Kompetensi (competence)
Merupakan performance atau penampilan yang prima dalam upaya meraih kesuksesan dan keberhasilan. Dalam hal ini penampilan yang prima ditunjukkan dengan adanya skill atau kemampuan yang merata untuk semua usia. Dengan adanya kemampuan yang cukup, individu akan merasa yakin untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Individu dengan kompetensi yang bagus akan merasa setiap orang memberi dukungan padanya. Individu akan merasa mampu mengatasi setiap masalah yang dihadapinya serta mampu menghadapi lingkungannya.
d.      Kebajikan (virtue)
Adanya kesesuaian diri dengan moral dan standar etik yang berlaku di lingkungan. Kesesuaian diri dengan moral dan standar etik diadaptasi individu dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh para orang tua. Permasalahan nilai ini pada dasarnya berkisar pada persoalan benar dan salah. Bahasan tentang kebajikan juga tidak akan lepas dari segala macam pembicaraan mengenai peraturan dan norma di dalam masyarakat, juga hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan, serta ketaatan dalam beragama.

Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi adalah sebuah hasil yang dicapai dari proses aktivitas yang berlangsung secara baik, dan prestasi belajar berarti sebuah hasil yang memuaskan dari proses belajar yang baik (Winkel, 1983). Menurut Purwanto (2003), prestasi merupakan penilaian terhadap sesuatu yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pengajaran yang diberikan guru pada siswanya dalam waktu tertentu.
Belajar menurut Whittaker (dalam Djamarah, 2002) sebagai proses tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Cronbach (dalam Djamarah, 2002) juga berpendapat belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003). Sedangkan menurut Djamarah (2008), belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Syah, 2010). Menurut Syah (2009), belajar dapaat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Azwar (1996) berpendapat bahwa prestasi atau keberhasilan belajar pada proses belajar di sekolah dapat dioperasionalisasikan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai raport, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan dan semacamnya. Menurut Hidayati (1997), tujuan belajar adalah untuk mencapai hasil belajar yang baik. Hasil belajar tersebut merupakan hasil suatu proses belajar seseorang yang berupa pengertian-pengertian baru, kecakapan maupun kematangan dalam bersikap dan bertindak yang dapat diukur dengan alat yaitu tes. Hasil pengukuran dengan tes ini dapat mencerminkan kemampuan yang disebut dengan istilah prestasi belajar.
Dalam bidang pendidikan prestasi akademik merupakan hasil dari berbagai faktor antara lain faktor kemampuan dasar dan bakat yang dimiliki serta fasilitas yang memadaai. Kegagalan dalam prestasi akademik bisa disebabkan karena kemampuan dasarnya tidak menyokong atau bakatnya kurang menunjang, atau kurangnya fasilitas yang memungkinkan mengaktualisasikan kemampuan dasar dan bakat khusus yang sebenarnya dimiliki (Gunarsa dan Gunarsa, 2008).

Jenis Adversity Quotient (AQ)
Stoltz (2001) mengibaratkan manusia yang menghadapi masalah dalam kehidupannya sebagai seseorang yang menempuh perjalanan menuju puncak gunung. Oleh karena itu,  Stoltz  membaginya menjadi tiga tipe, yakni :
a.       Tipe Quitters, yakni tipe orang yang mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan dan beban hidup yg dilaluinya. Orang dengan tipe demikian akan selalu melihat kesulitan di balik peluang-peluang yang ada sehingga akan mudah putus asa. Orang yang memiliki tipikal ini tidak mau menghadapi, cenderung mengabaikan bahkan akan lari dari masalah yang ada. Karyawan dengan tipe ini akan menghindari permasalahan yang terjadi diorganisasi karena merasa beban yang dirasakan terlalu berat. Akibatnya, berbagai permasalahan psikologis seringkali mengjangkiti karyawan tipe ini sehingga menurunkan produktivitas kerjanya.
b.      Tipe Campers, yakni orang dengan tipe yang sudah berusaha menghadapi persoalan dan permasalahan yang ada, namun karena permasalahan itu selalu menerjang, orang tersebut merasa “perjalanannya cukup sampai di sini”. Karyawan dengan tipe ini bersedia menghadapi permasalahan yang terjadi dalam organisasi. Namun, karena permasalahan yang ditimbulkan tidak kunjung selesai, karyawan lebih memilih berdiam diri dan menerima kondisi yang ada sebagai konsekuensi dari kondisi organisasi. Karyawan dengan tipe ini mungkin menemukan kepuasan, namun potensi yang dimiliki tidak sepenuhnya keluar kaena memutuskan berhenti sebelum permasalahan benar-benar teratasi.
c.       Tipe Climbers, yakni orang yang selalu berjuang menghadapi permasalahan yang ada meskipun masalah itu selalu muncul dan menerjang. Orang tersebut tidak akan berhenti untuk mencapai puncak meskipun harus melewati terjalnya pegunungan ataupun badai di tengah perjalanan. Karyawan dengan tipe climbers akan selalu berusaha melewati masalah yang terjadi apalagi masalah yang terjadi dalam organisasi merupakan permasalahan jangka panjang. Karyawan seperti ini tidak akan lari dari permasalan yang ada meskipun masalahnya membuat kondisi psikologisnya sangat terbebani. Karyawan akan segera beradaptasi dengan kondisi menekan tersebut kemudian memikirkan alternatif solusi pemecahan permasalahan organisasi. Hambatan dan keterbatasan dijadikan kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi sehingga produktivitas kerjanya semakin maksimal. 



Pendidikan; Aspek Prestasi Belajar
Menurut Gagne (Seifert, 2008), ada lima aspek prestasi belajar, yaitu:
a.    Kecakapan intelektual
Kecakapan intelektual meliputi diskriminasi, konsep dan aturan. Bentuk kecakapan intelektual yang paling konkrit adalah diskriminasi
1)    Diskriminasi, yaitu kecakapan untuk membedakan objek dari ciri-ciri nyata objek tersebut atau menyadari perbedaab dari dua buah objek.
2)    Kecakapan konsep terdiri dari pengelompokkan mental terhadap objek atau peristiwa yang saling berhubungan satu sama lain.
3)    Kecakapan aturan, yaiu mengaplikasikan sejumlah hubungan diantara sejumlah konsep mnjadi sebuah contoh yang khusus.
b.    Strategi kognitif
Strategi kognitif ialah menemukan metode untuk membuat proses berpikir dan belajar menjadi lebih efektif. Misalnya, menggunakan cara yang paling efisien dalam mengingat nama-nama. 
c.    Kecakapan verbal
Kecakapan verbal yaitu kemampuan untuk menyatakan label, fakta atau makna esensial dari pengetahuan verbal. Misalnya, mengutip nama-nama negara Eropa atau menyatakan esensi dari sebuah alamat.
d.    Kecakapan motorik
Kecakapan motorik yakni memperlihatkan sebuah tindakan menurut standar-standar kesempurnaan. Misalnya berenang, menulis.
e.    Kecakapan sikap

Kecakapan sikap ialah memilih untuk bertindak dengan satu cara ketimbang cara lain atau memilih sebuah rangkaian kegiatan tertentu. Misalnya memilih untuk mengerjakan Pekerjaan Rumah ketimbang pergi nonton ke bioskop
Readmore → HARGA DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR

Ciri-Ciri Wahabi

AQIDAH

1. Membagi Tauhid menjadi 3 bagian yaitu:

(a). Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini, mereka mengatakan bahwa kaum musyrik Mekah dan orang-orang kafir juga mempunyai tauhid.
(b). Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka menafikan tauhid umat Islam yang bertawassul, beristigathah dan bertabarruk sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut diterima oleh jumhur ulama
Islam khasnya ulama empat Imam madzhab.
(c.) Tauhid Asma’ dan Sifat: Tauhid versi mereka ini bisa menjerumuskan umat islam ke lembah tashbih dan tajsim kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala seperti:

Menterjemahkan istiwa’ sebagai bersemayam/ bersila
Merterjemahkan yad sebagai tangan
Menterjemahkan wajh sebagai muka
Menisbahkan jihah (arah) kepada Allah (arah atas – jihah ulya)
Menterjemah janb sebagai lambung/rusuk
Menterjemah nuzul sebagai turun dengan dzat
Menterjemah saq sebagai betis
Menterjemah ashabi’ sebagai jari-jari, dll
Menyatakan bahawa Allah SWT mempunyai “surah” atau rupa
Menambah bi dzatihi haqiqatan [dengan dzat secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat mutashabihat

2. Memahami ayat-ayat mutashabihat secara zhahir tanpa penjelasan terperinci dari ulama-ulama yang mu’tabar

3. Menolak asy-Sya’irah dan al-Maturidiyah yang merupakan ulama’ Islam dalam perkara Aqidah yang diikuti mayoritas umat islam

4. Sering mengkrititik asy-Sya’irah bahkan sehingga mengkafirkan asy-Sya’irah.

5. Menyamakan asy-Sya’irah dengan Mu’tazilah dan Jahmiyyah atau Mu’aththilah dalam perkara mutashabihat.

6. Menolak dan menganggap tauhid sifat 20 sebagai satu konsep yang bersumberkanfal safah Yunani dan Greek.

7. Berselindung di sebalik mazhab Salaf.

8. Golongan mereka ini dikenal sebagai al-Hasyawiyyah, al-Musyabbihah, al-
Mujassimah atau al-Jahwiyyah dikalangan ulama’ Ahli Sunnah wal Jama’ah.

9. Sering menuduh bahwa Abu Hasan Al-Asy’ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah bertaubat dari mazhab asy-Sya’irah. Menuduh ulama’ asy-Sya’irah tidak betul-betul memahami faham Abu Hasan Al-Asy’ari.

10. Menolak ta’wil dalam bab Mutashabihat.

11. Sering menuduh bahwa mayoritas umat Islam telah jatuh kepada perbuatan syirik.

12. Menuduh bahwa amalan memuliakan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam [membaca maulid dll] membawa kepada perbuatan syirik.

13. Tidak mengambil pelajaran sejarah para anbiya’, ulama’ dan sholihin dengan
dalih menghindari syirik.

14. Pemahaman yang salah tentang makna syirik, sehingga mudah menghukumi orang sebagai pelaku syirik.

15. Menolak tawassul, tabarruk dan istighathah dengan para anbiya’ serta sholihin.

16. Mengganggap tawassul, tabarruk dan istighathah sebagai cabang-cabang syirik.

17. Memandang remeh karamah para wali [auliya’].
18. Menyatakan bahwa ibu bapa dan datuk Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak selamat dari adzab api neraka.

19. Mengharamkan mengucap “radhiallahu ‘anha” untuk ibu Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam, Sayyidatuna Aminah.

SIKAP

1. Sering membid’ahkan amalan umat Islam bahkan sampai ke tahap mengkafirkan
mereka.
2. Mengganggap diri sebagai mujtahid atau berlagak sepertinya (walaupun tidak layak).
3. Sering mengambil hukum secara langsung dari al-Qur’an dan hadits (walaupun tidak layak).
4. Sering memtertawakan dan meremehkan ulama’ pondok dan golongan agama yang lain.
5. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang ditujukan kepada orang kafir sering ditafsir ke atas orang Islam.
6. Memaksa orang lain berpegang dengan pendapat mereka walaupun pendapat itu syaz (janggal).


HADITS

1. Menolak beramal dengan hadis dho’if.
2. Penilaian hadits yang tidak sama dengan penilaian ulama’ hadits yang lain.
3. Mengagungkan Nasiruddin al-Albani di dalam bidang ini [walaupun beliau tidak
mempunyai sanad bagi menyatakan siapakah guru-guru beliau dalam bidang hadits.
[Bahkan mayoritas muslim mengetahui bahwa beliau tidak mempunyai guru dalam bidang hadits dan diketahui bahawa beliau belajar hadits secara sendiri dan ilmu jarh dan ta’dil beliau adalah mengikut Imam al-Dhahabi].
4. Sering menganggap hadits dho’if sebagai hadits mawdhu’ [mereka mengumpulkan hadits dho’if dan palsu di dalam satu kitab atau bab seolah-olah kedua-dua kategori hadits tersebut adalah sama]
5. Pembahasan hanya kepada sanad dan matan hadits, dan bukan pada makna hadits. Oleh karena itu, pebedaan pemahaman ulama’ [syawahid] dikesampingkan.

ALQUR’AN

1. Menganggap tajwid sebagai ilmu yang menyusahkan dan tidak perlu (Sebagian Wahabi indonesia yang jahil)

FIQH

1. Menolak mengikuti madzhab imam-imam yang empat; pada hakikatnya
mereka bermadzhab “TANPA MADZHAB”
2. Mencampuradukka n amalan empat mazhab dan pendapat-pendap at lain sehingga membawa kepada talfiq [mengambil yang disukai] haram
3. Memandang amalan bertaqlid sebagai bid’ah; mereka mengklaim dirinya berittiba’
4. Sering mengungkit dan mempermasalahka n soal-soal khilafiyyah
5. Sering menggunakan dakwaan ijma’ ulama dalam masalah khilafiyyah
6. Menganggap apa yang mereka amalkan adalah sunnah dan pendapat pihak lain adalah Bid’ah
7. Sering menuduh orang yang bermadzhab sebagai ta’assub [fanatik] mazhab
8. Salah faham makna bid
ah yang menyebabkan mereka mudah membidahkan orang lain
9. Mempromosikan madzhab fiqh baru yang dinamakan sebagai Fiqh al-Taysir, Fiqh al-Dalil, Fiqh Musoffa, dll [yang jelas keluar daripada fiqh empat mazhab]
10. Sering mewar-warkan agar hukum ahkam fiqh dipermudahkan dengan menggunakan hadis “Yassiru wa la tu’assiru, farrihu wa la tunaffiru”
11. Sering mengatakan bahwa fiqh empat madzhab telah ketinggalan zaman



NAJIS

1. Sebagian mereka sering mempermasalahka n dalil akan kedudukan babi sebagai najis mughallazhah
2. Menyatakan bahwa bulu babi itu tidak najis karena tidak ada darah yang mengalir.

WUDHU’

1. Tidak menerima konsep air musta’mal
2. Bersentuhan lelaki dan perempuan tidak membatalkan wudhu’
3. Membasuh kedua belah telinga dengan air basuhan rambut dan tidak dengan air yang baru.

ADZAN

1. Adzan Juma’at sekali; adzan kedua ditolak

SHALAT

1. Mempromosikan “Sifat Shalat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam
, dengan alasan kononnya shalat berdasarkan fiqh madzhab adalah bukan sifat shalat Nabi yang benar
2. Menganggap melafazhkan kalimat “usholli” sebagai bid’ah.
3. Berdiri dengan kedua kaki mengangkang.
4. Tidak membaca “Basmalah
secara jahar.
5. Menggangkat tangan sewaktu takbir sejajar bahu atau di depan dada.
6. Meletakkan tangan di atas dada sewaktu qiyam.
7. Menganggap perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam shalat sebagai perkara bid
ah (sebagian Wahabiyyah Indonesia yang jahil).
8. Menganggap qunut Subuh sebagai bid’ah.
9. Menggangap penambahan “wa bihamdihi” pada tasbih ruku’ dan sujud adalah bid’ah.
10. Menganggap mengusap muka selepas shalat sebagai bid’ah.
11. Shalat tarawih hanya 8 rakaat; mereka juga mengatakan shalat tarawih itu
sebenarnya adalah shalat malam (shalatul-lail) seperti pada malam-malam lainnya
12. Dzikir jahr di antara rakaat-rakaat shalat tarawih dianggap bid’ah.
13. Tidak ada qadha’ bagi shalat yang sengaja ditinggalkan.
14. Menganggap amalan bersalaman selepas shalat adalah bid’ah.
15. Menggangap lafazh sayyidina (taswid) dalam shalat sebagai bid’ah.
16. Menggerak-gerak kan jari sewaktu tasyahud awal dan akhir.
17. Boleh jama’ dan qashar walaupun kurang dari dua marhalah.
18. Memakai sarung atau celana setengah betis untuk menghindari isbal.
19. Menolak shalat sunnat qabliyyah sebelum Juma’at
20. Menjama’ shalat sepanjang semester pengajian, karena mereka berada di landasan Fisabilillah

DO’A, DZIKIR DAN BACAAN AL-QUR’AN

1. Menggangap do’a berjama’ah selepas shalat sebagai bid’ah.
2. Menganggap dzikir dan wirid berjama’ah sebagai bid’ah.
3. Mengatakan bahwa membaca “Sodaqallahul ‘azhim” selepas bacaan al-Qur’an adalah Bid’ah.
4. Menyatakan bahwa do’a, dzikir dan shalawat yang tidak ada dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai bid’ah. Sebagai contoh mereka menolak Dala’il al-Khairat, Shalawat al-Syifa
, al-Munjiyah, al-Fatih, Nur al-Anwar, al-Taj, dll.
5. Menganggap amalan bacaan Yasin pada malam Jum’at sebagai bid’ah yang haram.
6. Mengatakan bahwa sedekah atau pahala tidak sampai kepada orang yang telah wafat.
7. Mengganggap penggunaan tasbih adalah bid’ah.
8. Mengganggap zikir dengan bilangan tertentu seperti 1000 (seribu), 10,000 (sepuluh ribu), dll sebagai bid’ah.
9. Menolak amalan ruqiyyah syar’iyah dalam pengobatan Islam seperti wafa
, azimat, dll.
10. Menolak dzikir isim mufrad: Allah Allah.
11. Melihat bacaan Yasin pada malam nisfu Sya’ban sebagai bid’ah yang haram.
12. Sering menafikan dan memperselisihka n keistimewaan bulan Rajab dan Sya’ban.
13. Sering mengkritik keutamaan malam Nisfu Sya’ban.
14. Mengangkat tangan sewaktu berdoa’ adalah bid’ah.
15. Mempermasalahka n kedudukan shalat sunat tasbih.

PENGURUSAN JENAZAH DAN KUBUR

1. Menganggap amalan menziarahi maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para anbiya’, awliya’, ulama’ dan sholihin sebagai bid’ah dan shalat tidak boleh dijama’ atau qasar dalam ziarah seperti ini.
2. Mengharamkan wanita menziarahi kubur.
3. Menganggap talqin sebagai bid’ah.
4. Mengganggap amalan tahlil dan bacaan Yasin bagi kenduri arwah sebagai bid’ah yang haram.
5. Tidak membaca do’a selepas shalat jenazah.
6. Sebagian ulama’ mereka menyeru agar Maqam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikeluarkan dari masjid nabawi atas alasan menjauhkan umat Islam dari syirik
7. Menganggap kubur yang bersebelahan dengan masjid adalah bid’ah yang haram
8. Do’a dan bacaan al-Quran di perkuburan dianggap sebagai bid’ah.

MUNAKAHAT [PERNIKAHAN]

1. Talak tiga (3) dalam satu majlis adalah talak satu (1)

MAJLIS SAMBUTAN BERAMAI-RAMAI

1. Menolak peringatan Maulid Nabi; bahkan menyamakan sambutan Mawlid Nabi dengan perayaan kristen bagi Nabi Isa as.
2. Menolak amalan marhaban para habaib
3. Menolak amalan barzanji.
4. Berdiri ketika bacaan maulid adalah bid’ah
5. Menolak peringatan Isra’ Mi’raj, dll.


HAJI DAN UMRAH

1. Mencoba untuk memindahkan “Maqam Ibrahim as.” namun usaha tersebut telah digagalkan oleh al-Marhum Sheikh Mutawalli Sha’rawi saat beliau menemuhi Raja Faisal ketika itu.
2. Menghilangkan tanda telaga zam-zam
3. Mengubah tempat sa’i di antara Sofa dan Marwah yang mendapat tentangan ulama’ Islam dari seluruh dunia


PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN

1. Maraknya para professional yang bertitle LC menjadi “ustadz-ustadz
mereka (di Indonesia)

2. Ulama-ulama yang sering menjadi rujukan mereka adalah:
a. Ibnu Taymiyyah al-Harrani
b. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
c. Muhammad bin Abdul Wahhab
d. Sheihk Abdul Aziz bin Baz
e. Nasiruddin al-Albani
f. Sheikh Sholeh al-Utsaimin
g. Sheikh Sholeh al-Fawzan
h. dll.

3. Sering mendakwahkan untuk kembali kepada al-Qura’an dan Hadits (tanpa menyebut para ulama’, sedangkan al-Qura’n dan Hadits sampai kepada umat Islam melalui para ulama’ dan para ulama’ juga lah yang memelihara dan menjabarkan kandungan al-Qur’an dan Hadits untuk umat ini)
4. Sering mengkritik Imam al-Ghazali dan kitab “Ihya’ Ulumuddin”


PENGKHIANATAN MEREKA KEPADA UMAT ISLAM

1. Bersekutu dengan Inggris dalam menjatuhkan kerajaan Islam Turki Utsmaniyyah
2. Melakukan perubahan kepada kitab-kitab ulama’ yang tidak sehaluan dengan mereka
3. Banyak ulama’ dan umat Islam dibunuh sewaktu kebangkitan mereka di timur tengah
4. Memusnahkan sebagian besar peninggalan sejarah Islam seperti tempat lahir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meratakan maqam al-Baqi’ dan al-Ma’la [makam para isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Baqi’, Madinah dan Ma’la, Mekah], tempat lahir Sayyiduna Abu Bakar dll, dengan hujjah tempat tersebut bisa membawa kepada syirik.
5. Di Indonesia, sebagian mereka dalu dikenali sebagai Kaum Muda atau Mudah [karena hukum fiqh mereka yang mudah, ia merupakan bentuk ketaatan bercampur dengan kehendak hawa nafsu].


TASAWWUF DAN THARIQAT

1. Sering mengkritik bahkan menolak aliran Sufisme dan kitab-kitab sufi yang mu’tabar
2. Sufiyyah dianggap sebagai kesamaan dengan ajaran Budha dan Nasrani
3. Tidak dapat membedakan antara amalan sufi yang benar dan amalan bathiniyyah yang sesat.

Wallahu a’lam bish-Showab wal hadi ila sabilil haq.
Readmore → Ciri-Ciri Wahabi

TABARUK

Karena tabarruk atau ngalap berkah Aswaja di anggap pengidap TBC (Takhayyul, Bid’ah dan Churafat), Benarkah???

Dan AlQur'an pun menjawab, Bismillahirrohmanirrohim...
Manusia yang di berkahi
ÓÍ_n=yèy_ur %º.u$t7ãB tûøïr& $tB àMZà2 ÓÍ_»|¹÷rr&ur Ío4qn=¢Á9$$Î/ Ío4qŸ2¨9$#ur $tB àMøBߊ $|ym ÇÌÊÈ  
31. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;(QS. Maryam: 31)
$uZø.t»t/ur Ïmøn=tã #n?tãur t,»ysóÎ) 4 `ÏBur $yJÎgÏF­ƒÍhèŒ Ö`Å¡øtèC ÖNÏ9$sßur ¾ÏmÅ¡øÿuZÏj9 ÑúüÎ7ãB ÇÊÊÌÈ  
113. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. dan diantara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (QS. As Shaffat: 113)
(#þqä9$s% tûüÎ7yf÷ès?r& ô`ÏB ̍øBr& «!$# ( àMuH÷qu «!$# ¼çmçF»x.tt/ur ö/ä3øn=tæ Ÿ@÷dr& ÏMøt7ø9$# 4 ¼çm¯RÎ) ÓŠÏHxq ÓÅg¤C ÇÐÌÈ  
73. Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." ;(QS.Huud: 73).

Tempat-tempat yang di berkahi
¨bÎ) tA¨rr& ;MøŠt/ yìÅÊãr Ĩ$¨Y=Ï9 Ï%©#s9 sp©3t6Î/ %Z.u$t7ãB Yèdur tûüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÒÏÈ  
96. Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia[1]. ;(QS. Ali Imron : 96)
[1] Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uŽó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 šÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtƒÎŽã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»tƒ#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# 玍ÅÁt7ø9$# ÇÊÈ  
1. Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya[2] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. Al Isro`: 1)

[2] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.
çm»oYø¯gwUur $»Ûqä9ur n<Î) ÇÚöF{$# ÓÉL©9$# $uZø.t»t/ $pkŽÏù šúüÏJn=»yèù=Ï9 ÇÐÊÈ  
71. dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia[3]. ;(QS. Al Anbiya`: 71)
[3] Yang dimaksud dengan negeri di sini ialah negeri Syam, Termasuk di dalamnya Palestina. Tuhan memberkahi negeri itu artinya: kebanyakan Nabi berasal dan negeri ini dan tanahnyapun subur.
$uZù=yèy_ur öNæhuZ÷t/ tû÷üt/ur tà)ø9$# ÓÉL©9$# $uZò2t»t/ $pkŽÏù \è% ZotÎg»sß $tRö£s%ur $pkŽÏù uŽö¡¡9$# ( (#r玍Š$pkŽÏù uÍ<$uŠs9 $·B$­ƒr&ur tûüÏZÏB#uä ÇÊÑÈ  
18. dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman[4]. ;(QS. Saba`: 18)
[4] Yang dimaksud dengan negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya ialah negeri yang berada di Syam, karena kesuburannya; dan negeri- negeri yang berdekatan ialah negeri-negeri antara Yaman dan Syam, sehingga orang-orang dapat berjalan dengan aman siang dan malam tanpa terpaksa berhenti di padang pasir dan tanpa mendapat kesulitan.

Inilah Rahmat Tuhan bagimu sekalian dalam wujud tabarruk, alqur`an pun menjelaskan:
Ädr'Î7sù ÏäIw#uä $yJä3În/u Èb$t/Éjs3è? ÇËÊÈ  
21. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Al-Barakah dan derivasinya memiliki makna ‘bertambah’ dan ‘berkembang’. Sedangkan ‘Tabarruk’ adalah
والتبرّك: هو طلب البركة، وهي النماء أو السعادة. والتبرّك بالشيء: طلب البركة عن طريقه. قال ابن منظور: تبرّكت به: أي تيمّنت به

"mencari berkah terhadap sesuatu, mencari tambahan dengan metodenya"
metode ngalap berkah yg biasa
kita jumpai misalkan ziaroh ke makam-makam wali atau orang-orang soleh, (dan jadi sasaran empuk mensyirikkan pecinta ziarah”.

ziaroh hanya metode, sama ketika
kita mengharap berkah dr ayat2 qur'an sebagai rajah dgn tetap berharap keridhoan Allah. bukan ngalap berkahnya yg syikir, namun kehati2an dalam menjaga niat tabarruk atau ngalap berkah yg harus di waspadai, krn metode tabarruk hny sebatas wasilah, muaranya tetap keridhoan Allah. Innamal a'malu binniyat...
ahsan bag yang suka nunjuk hidung syirik pada pelaku tabarruk, kenali dulu apa dan bagaimana tabarruk itu sebenarnya.
Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu
"“Al ‘Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali"
Semoga kita semua diakui ummat Rosulullah.   Shollu 'ala Muhammad....

ora nyucuk le sholat poso kito utowo amalan-amalan liyane. Cukup manah kito (ati kito) seng seneng kaleh ahlul bait, seng seneng kaleh ulama` Awak kito gandolan guru ngaji kito, mangke awak kito bakal d gandolno guru-guru kito sampek ulama menuju Auliya' dan menuju baginda Sayyidina Muhammad SAW.
(KH. Masbuhin Faqih).
Readmore → TABARUK