Nalar Politik Aswaja

A) Membaca Kembali Nalar Politik Aswaja: (Studi Kritis Atas Nalar Politik Kiai Di Kawasan Tapal Kuda Jawa Timur)
B) Latar Belakang
Dewasa ini pembicaraan tentang wacana politik sudah mulai mengalami penurunan selera,walaupun realitas praktis perpolitikan di Indonesia masih tetap mewarnai negara. Dengan kata lain Asumsi negatif tentang kontestasi politik di Indonesia, telah mengendap dan terpatri dalam memori masyarakat, sehingga masyarakat kerapkali lesu membicarakan wacana politik. Mereka berasumsi bahwa politik adalah sesuatu yang kotor,yang hanya berorientasi pada perebutan kekuasaan, intrik mengintrik,dan menghalalakan segala cara. Asumsi di atas secara sepintas bisa kita benarkan, karena pada realitasnya para kontestan politik kerap kali menggunakan kekuasaannya untuk mendominasi kepentingan dirinya dan golongan, menindas rakyat kecil, mencari kesalahan orang lain dan menggantinya dengan kesalahan baru, mengumbar janji janji utopis, dan pura pura mengayomi masyarakat demi melanggengkan kekuasaannya. Kenyataan ini memang kerap kali dirasakan oleh masyarakat kita, sehingga mereka tidak percaya lagi pada politik dan para pelaku politik, termasuk juga prilaku politik Kiai. Klaim masyarakat tersebut bersifat general berlaku pada setiap tindakan atau prilaku politik, karena memang politik dianggap sebagai sesuatu alat yang mampu menghipnotis para pelakunya untuk melanggengkan kekuasaannya.
Kiai yang terjun ke politik, menurut klaim masyarakat berarti dia ingin bermain main dengan kekuasaan, memenuhi kepentingan dirinya dan golongan bukan lagi kepentingan umat. Berangkat dari klaim terbut, sehingga kerap kali masyarakat tidak percaya pada Kiai yang terjun dalam politik praktis. Ketidak percayaan itu juga bisa dibenarkan karena pada realitasnya para Kiai yang berpolitik acap kali dikendalikan dan digerakkan oleh para “pembisik politik” untuk gandrung terhadap perebutan kekuasaan, tanpa memikirkan target,tujuan dan dampaknya pada masyarakat secara makro, untuk itu menurut sebagian masyarakat hendaknya Kiai tidak usah kepanggung politik,berkonsentrasilah kepada santri dan pesantrennya.
Potret realitas perpolitikan diatas, menggelisahkan peneliti secara akademik untuk melakukan riset dan kajian secara radikal kritis, terhadap kreasi politik bangsaini. Kegelisahan tersebut bermuara pada semakin maraknya kreasi dan keterlibatan kaum santri (Kiai) di pentas percaturan politik, bahkan saat ini para Kiai bersatu,dan sebagai deklarator dalam berkibarnya satu berdera politik,di tengah realitas politik yang semakin kacau, penderitaan bangsa Indonesia yang semakin menggurita dan ketidak percayaan masyarakat terhadap politisi termasuk juga Kiai yang berpolitik. Integritas politik Kiai diatas, dapat dilihat pada tujuh belas Kiai karismatik sebagai deklarator sebuah bendera politik, diantaranya adalah: K.H.Abdullah Faqih Langitan, K.H. Ma’ruf Amin, K.H Abdurrochman Chudlori, K.H. Achmad Sufyan Miftahul Arifin, K.H. Idris Marzuqi Lirboyo, K.H. Ahmad Warson Munawir, K.H Muhaimin Gunardo,K.H Abdullah Sahal, K.H.Sholeh Qosim, K.H Nurul Huda Jazuli, K.H Chasbullah Badawi, K.H Abdul Adzim Abdullah Suhaimi,MA, K.H. Mas Muhammad Subadar, K.H.A.Humaidi Dahlan,Lc, K.H.M.Thahir Syarkawi, Habib Hamid Bin Hud Al-Atthos, K.H Aniq Muhammadun
1. Berdasar kegelisahan akademik inilah, peneliti ingin membaca kembali nalar politik Ahlus Sunnah Wal Jama’ah(Aswaja) yang telah di interpretasikan, di ramu, dikembangkan dan dijadikan sebuah Asas partai politik oleh para Kiai, sehingga dapat menemukan hasrat dibalik nalar politik Kiai. Sasaran penelitian ini adalah para Kiai karismatik yang mayoritas memiliki pesantern,dan secara cultural memiliik basis massa. Oleh karena banyakannya para Kiai karismatik, maka akan di fokuskan pada Kiai “tapal kuda”.
2. Jawa Timur. Agar pembacaan ini tidak bersifat justifikasi, maka akan di gunakan pisau analisis yang terdiri dari sosiologi pengetahuan Karl Mannheim, dan teori “agen” Antonny Giddens.

C) Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.   Bagaimana pembacaan atas nalar politik Kiai yang menjadikan Aswaja sebagai landasan politik di kawasan tapal kuda Jawa Timur.
2.   Bagaimana epistemolog nalar politik Aswaja
3.   Bagaimana hasrat dan konstruk nalar politik Kiai di kawasan “tapal kuda

D) Pembatasan Masalah

Ada dua batas atau ruang lingkup kajian dalam penelitian ini: a) secara konseptual teoritis,Masalah yang menjadi bidikan dalam penelitian ini adalah nalar politik Kiai yang berpijak pada nalar politik Aswaja. b) secara wilayah praktis, akan dibatasi pada nalar politik Kiai di kawasan tapal kuda yang memiliki karisma tinggi dan basiss masa secara cultural. Diantaranya adalah K.H Mas Subadar, (Pasuruan) K.H Abd. Haq Zaini,(Paiton probolinggo) K.H Ahmad Sufyan Miftahul Arifin,(Panji Situbondo), K.H Amin Said (Bondowoso), K.H. Hamid Hasbullah (Jember), R.K.H.Husni Zuhri (Banyuputih,Lumajang) dengan demikian, selain nalar politik Kiai yang telah disebut diatas yang berpijak pada Aswaja, bukan menjadi wilayah penelitian ini.

E) Signifikansi Penelitian

Berpijak pada latar belakang,rumusan masalah,dan pembatasan masalah diatas, kontribusi keilmuan yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah: pertama, memberikan cakrawala baru dalam proses interpretasi atau pembacaan terhadap wacana politik,secara teorits dan praktis. Kedua, menambah pengetahuan tentang nalar politik Aswaja,
secara histories kontekstual, yang saat ini Aswaja hanya di pahami sebagai madhhab teologis.
Ketiga, menggugah militansi dan integrasi kaum santri dalam berpolitik dengan membumikan nilai nilai Aswaja sebagai manhaj al siyasi. Kempat, memberikan potret,dan pemahan baru tentang Kiai sebagai agent politik,tentunya dengan teori agen Giddens. Kelima,Menggugah masyarakat Indonesia khususnya kaum santri untuk melakukan perubahan social,tentunya dengan menerapkan konsep neo-politik Aswaja,yang akan dirumuskan dalam penelitian ini.

F) Kajian Riset Sebelumnya

Kajian tentang politik Kiai memang bukanlah hal yang baru,melainkan sebuah kajian yang kerapkali dilakukan oleh para intelektual,dan peneliti. Rancangan penelitian ini secara ilmiah, merupakan rangkaian dari penelitian penelitian terdahulu yang sempat dipelajari dan dikaji sesuai dengan amatan dan kemampuan peneliti dalam mengakses pelbagai macam penelitian tentang politik Kiai.,tentunya yang agak relevan dengan fokus masalah penelitian. Diantara kajian yang berhasil diamati oleh peneliti adalah: pertama, “Islam profetik: substansiasi nilai nilai agama dalam ruang publik” karya Masdar Hilmy. Dalam buku ini, di bagian dua dan tiga, masdar hilmy memotret realitas politik Kiai dan kaum santri. Pada bagian dua, masdar hilmy melihat bahwa ada kehawatiran besar dibalik turun gunungnya Kiai kepentas percaturan politik, yang olehnya disebut arena lingkaran kekuasaan yang hegemonic.
Kehawatirannya adalah Kiai tidak mampu mengendalikan dan menggunakan “
kuasa moral” dirinya,dalam memasuki pertarungan tersebut, disebabakan kuatnya kuasa a moral realitas politik kita. Dalam konteks Pemilu, Kiai hanya dijadikan sebagai alat untuk mendulang suara,demi kepentingan para penguasa yang mencoba merangkul para Kiai sebagai patnernya. Realitas inilah yang olehnya disebut sebagai mistifikasi politik yang cenderung melemahkan “kuasa moral” Kiai. Berpijak pada logika inilah, muncul pernyataan dari masdar hilmy bahwa,siapapun,sesaleh apapun yang masuk kedunia politik, bersiaplah untuk korup. Artinya realitas politik kita yang cenderung korup mengalahkan kuasa moral siapapun. Di bagian tiga, masdar hilmy melanjutkan tulisannya tentang teologi politik kaum santri (Kiai),yang berawal dari kegelisahannya terhadap kegagalan politik kaum santri yang diakibatkan adanya rumusan teologi politik yang terjebak dalam doktrin Aswaja yang bersifat normative moralis. Melihat problem inilah masdar hilmy menawarkan reformulasi paradigma politik dengan teologi politik pragtis pragmatis.

Kedua, artikel yang berjudul “
Politik Kiai Vis A Vis Kiai Politik” karya Firman H.Abu, tulisan ini membicarakan realitas politik yang diperankan oleh kaum santri atau Kiai, yang menurutnya telah terjadi sebuah penyimpangan nilai nilai politik yang berlandaskan agama, kedalam prilaku politik Kiai. Dalam konteks ini, Firman membedakan antara politik Kiai dan Kiai politik. Menurutnya politik Kiai adalah politik Islam atau politik yang mengandung nilai nilai Islam, yang dibawa dan dipraktikkan oleh para Kiai atau ulama sebagai pewaris para nabi. Sedangkan Kiai politik adalah subjek yang terlibat langsung dengan persolan politik praktis. Persoalan yang menjadi kajian dalam tulisan tersebut adalah apakah Kiai politik telah melaksanakan politik Kiai sebagai metode siyasah? Menurutnya dari hasil analisisnya, bahwa saat ini mayoritas Kiai politik masih belum menggunakan politik Kiai, melainkan masih terjebak dan terpenjara oleh realitas politik yang cenderung keluar dari nilai agama. Ketiga, artikel yang berjudul, “Problem Nalar Islam Politik Di Indonesia” ,Karya M Syifa Amin widigdo, tulisan ini menggunakan pendekatan histories dalam memotret nalar Islam politik yang terjadi di Indonesia. Focus masalah yang dibidiknya pada problem epistemologis yang membentuk cara bernalar Islam politik yang melibatkan kondisi histories, doktrin keagaman,dan afinitas ideologis sebagai pemicu lahirnya prilaku politik. menurutnya, Islam politik di Indonesia belum pernah mencapai puncak kejayaan, bahkan selalu kehilangan kesempatan dalam perebutan kekuasaan. Fenomena ini menurutnya disebabkan, oleh adanya konflik internal para pelaku Islam politik, sehingga saat ini setiap pemilu umat Islam apatis terhadap Islam politik.

Dari ketiga kajian terdahulu tentang politik Kiai, peneliti menemukan sesuatu dimensi yang belum terkatakan atau dimensi kajian yang belum tersentuh oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah: pertama, dimensi nalar politik Aswaja sebagai penggugah atau motor penggerak nalar politik Kiai. Kedua, keterlibatan Kiai sebagai agen politik,bukan lagi sebagai konsumen politik. ketiga, kerangka teori dan pendekatan yang digunakan bercorak baru,yaitu dengan menggunakan sosiologi pengetahuan
Karl Manheim,dan teori Agen, Antony Giddens. Ketiga dimensi, inilah yang mencerminkan unsur kebaruan dari penelitian ini.

G) Kerangka Teori

Kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu social, dengan dua pendekatan: pertama, sosiologi pengetahuan versi
Karl Manheim, yang menekankan pada bagaimana pengetahuan itu membentuk karakter tindakan manusia. Artinya, tindakan manusia di tentukan oleh latar pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain pengetahuan memiliki hubungan dengan eksistensinya. Menurutnya, sosiologi pengetahuan mengambil dua bentuk: 1), sebagai suatu penyelidikan empiris murni lewat pemaparan dan analisis structural tentang cara hubungan social dengan realitas yang mempeangaruhi pemikiran. 2) penelitian empiris tersebut di ramu menjadi sebuah penelitian epistemologis yang memusatkan pada keterlibatan hubungan dan pemikiran atas masalah kesahihan. dalam konteks penelitian ini, sosiologi pengetahuan di gunakan untuk mengungkap kaitan nalar politik Aswaja dengan hasrat nalar politik Kiai tapal kuda, yang akan diawali dengan mengkaji epistemologi Aswaja.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahuai makna Aswaja sebagai kerangka berpikir dalam melakukan perubahan social, pemberdayaan masyarakat penataan bangsa dan negara. Dikatakan demikian karena saat ini banyak pendapat yang mengatakan bahwa Aswaja hanya berurusan dengan persoalan teologi dan fiqih, tidak bersentuhan dengan persoalan kebangsaan,dan kenegaraan. Aswaja juga diasumsikan sebagai kerangka berpikir yang hanya membuat kaum santri (Kiai),
dan kaum Nahdliyyin bersikap altruistic (suka mengalah), sehingga menjadi lemah dalam pertarungan politik kebangsaan. Dalam pandangan yang berbeda Aswaja di pahami sebagai kerangka berpikir yang kerap kali bersentuhan dengan persoalan politik, perebutan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat pada misi politik yang dibawa Muhammad SAW, “bahwa saya dan umatku akan bisa menaklukkan imperium Persia dan romawi.” Pelbagai asumsi tentang Aswaja inilah yang nantinya akan dilakukan kajian secara radikal kritis, dan di dialektikan dengan pengetahuan Aswaja yang di akses oleh Kiai “tapal kuda”.
Kedua, pendekatan agen versi Anthony Giddens yang menekankan pada tindakan manusia sebagai sebuah agen (pelaku). Menurutnya seorang agen berbeda dengan seorang konsumen. Agen dalam sebuah tindakannya memiliki langkah langkah sistematis yaitu a)motivasi tindakan, b) rasionalisasi tindakan,dan c) monitoring refleksi tindakan. Dalam konteks penelitian ini, teori agen di gunakan untuk melihat hasrat Kiai di kawasan tapal kuda dalam membangun nalar politik. apakah militansi dan integritas Kiai dalam panggung politik, sudah mencerminkan tindakan sebagai seorang agen politik yang bertujuan ataukah hanya sebagai konsumen yang lahir dari gerakan kebencian terhadap ideologi politik sebelumnya.

H) Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk memperoleh data data kualitatif yang berupa konsep,teori,dan tindakan, yang dalam konteks ini berupa data data yang menunjukkan nalar politik Aswaja dan nalar politik Kiai di kawasan tapal kuda yang berpijak pada Aswaja. Metode berpikir yang digunakan bersifat dialektis yaitu dengan diawali mendeskripsikan data, menganalisis data dan di uji dengan sebuah teori atu pendekatan, kemudian diakhiri dengan sebuah tawaran metodologis atau teoritis dari hasil analisis oleh peneliti.
Untuk memperoleh data tersebut, peneliti menggunakan metode intervieuw (wawancara), dan diskusi dengan sumber penelitian,yaitu para Kiai yang menjadi bidikan,dan diskusi secara literal dengna data data teoritis yang berkenaan dengan Aswaja, nalar politik Kiai dan sesuatu yang relevan dengan penelitian sebagai pendukung penelitian.

I) Referensi

Amin, Ma’ruf
.2007.Kenapa Harus PKNU: 20 Hujjah Pendirian Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Jakarta Pusat:DPP. PKNU.
Amin Widigdo M.Syifa, problem nalar Islam politik,http://rapidshare.com/files/160248727/presented_nalar_politik.doc.html
Aqiel Siradj, Said. 2000. Latar Kultural Dan Politik Kelahiran Aswaja, Dalam Kontroversi Aswaja: Aula Perdebatan Dan Re Interpretasi, editor,Yogyakarta: Lkis.
Giddens, Anthony. 2003the constitutions of society: Teori Strukturasi Untuk Analisis Social, Pasuruan: Pedati.
.H.Abu,Firman. Politik Kiai Vis A Vis Kiai Politik, dalam http://warteg.or.id/v4
Mannheim, Karl. 1991. Ideology Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, Yogyakarta:Kanisius.
Sutarto, Ayu. dalam makalah jelajah budaya yang diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional ,Sekilas Tentang Masyarakat Pandalungan, Yogyakarta. 2006

Thompson, John B. 2003.Analisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi Ideologi Dunia, Yogyakarta: IRCISOD.

No comments:

Post a Comment