Korupsi Berlaku Jika Landasannya Masih UUD "Ujung-Ujungnya Duit"


Melihat dan mendengar fenomena pemberitaan media terkini, mengenai NKRI rasanya hati menangis dan ingin menjerit sekeras-kerasnya, akhir akhir ini banyak kalangan yang kecokok tersandung kasus korupsi. Praktik korupsi ini sudah seakan-akan tidak hanya sekedar budaya belaka, akan tetapi sepertinya telah menjelma menjadi kebutuhan dan tujuan para oknum pejabat tertentu. Bahkan siapapun yang akan menjabat tentu akan melakukan hal yang sama. Sedang jikalau sekarang mereka masih berani berbicara lantang mengenai pemberantasan korupsi. Hal ini hanya sekedar daftar tunggu untuk menggantikan para koruptor tersebut. Suara lantang dari para penyanyi  penyeru anti korupsi sebenarnya hanya retorika tebar pesona guna menggantikan jabatan yang sekarang masih dijabat orang lain. Semangat menunggu giliran untuk korupsi sudah terbayang dan terencana mulai dini sebelum menjadi pejabat nantinya. Inilah yang kami takutkan secara pribadi. Memang tak dapat dipungkiri segala urusan yang berkenaan dengan perputaran uang negara tidak luput atau rawan akan terinveksi virus korupsi tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana hasil dari sebuah proyek kalau sebelum proyek dijalanka, para koruptor sudah mengambil ancang-ancang untuk melakukannya. Para penyunat anggaran mulai dari mandor proyek sampai pengetuk kebijakan antara proyek itu dijalankan atau tidak, semua minta bagian atas korupsi masal tersebut. Kasus nyata itu terlihat sekali pada proyek gelanggang olahraga hambalang, proyek pengadaan simulator SIM, impor daging sapi, bahkan yang terkini kasus suap yang melibatkan petinggi pengetuk palu kebijakan konstitusi. perilaku korupsi yang kian marak tersebut di negeri ini, nampaknya telah lengkap sudah dari segala pihak lembaga yang ada di negeri ini seperti beberapa oknum dari kalangan Eksekutif, legislatif bahkan juga pihak Yudikatif pun ikut turut andil serta, semua hampir telah terjangkit virus mengerikan ini. sungguh miris menahan tangis kala mendengar dan mengetahui berita semacam ini di berbagai media. dan  alangkah semakin lucunya negeri ini, jikalau kita amati secara seksama dan teliti bersama, sedih, kecewa rasanya kita yang menjadi bagian penduduk dari negeri ini. Jika pihak yang seharusnya mengawasi dan berwenang mengadili juga turut serta perlu untuk diawasi dan bahkan harus diadili, rasanya seperti senjata makan tuan. jika demikian ini terus menerus terjadi maka kelak akan jadi apa negara ini?, bagaimana nasib bangsa ini kedepan?, bagaimana perkembangan kemajuan negeri tercinta ini di masa depan, maju mundurnya bangsa dan negara tergantung oleh segenap lapisan pihak yang menjadi penghuni negera tersebut. Mungkinkah keadilan negeri ini sudah punah atau hukum tak berlaku lagi, jikalau demikian maka apa bedanya negara dengan hutan rimba, kalau yang menang yang berkuasa. Karna kekuasaan yang disalah gunakanlah ketimpangan keadilan ini terjadi. Mereka oknum yang berkuasa seolah-olah menggunakan kekuasaanya hanya untuk memperbesar diri, memperkaya diri, mendongkrak popularitas diri menguasai dengan cara yang tidak dibenarkan oleh aturan perundang-undangan yang berlaku bahkan aturan agama pun telah tak dihiraukan lagi. Aturan hukum perundang-undangan serta aturan hukum agama yang seharusnya tuntunan dizaman ini malah hanya menjadi tontonan belaka.
Nampaknya hukuman yang berupa bui atau penjara dan denda saja, saat ini sudah tak berlaku lagi, kadang mereka yang jadi tahanan, jadi tersangka, terdakwa berlanjut ke terpidana malah seringkali menyunggingkan senyum manis jika disorot wartawan atau masuk berita di media. Seakan tak ada rasa menyesal jika perbuatannya diketahui publik. Ada pula yang miris lagi sudah jadi tahanan, malahan didalam tahanan kehidupannya bagai hidup di dalam hotel, villa atau apartemen bokingan. Berbagai fasilitas mewah mereka dapatkan didalamnya, ada yang ditahan dapat tidur nyenyak di kasur empuk, ruangan berpendingin AC dan bahkan di lengkapi dengan berbagai fasilitas atau perlengkapan rumah tangga lengkap seperti Kulkas, Televisi. Kompor gas, atau alat penanak nasi. Dan yang lebih mengejutkan lagi didalam tahanan penjara ada yang bisa mengaplikasikan alat komunikasi  seperti beberapa gadget canggih edisi terbaru lagi, misalnya Blackberry, Tablet Android, Laptop, Ipad, dan lain sebagainya yang tak bisa kami sebutkan lagi sebab terlalu banyak jenisnya. penjara yang seyogyanya merupakan ruang yang bisa menjadikan seseorang jera dan berinstrospeksi  diri, kini nampaknya tidak lagi berfungsi. Malahan beralih fungsi sebagai tempat persembunyian yang nyaman, layaknya tempat peristirahatan yang nyaman dan menyenangkan untuk disinggahi, untuk memanjakan diri atau  menghibur kegalauan diri, atau bisa dikatakan juga sebagai tempat yang cocok untuk liburan. lalu ada yang lebih mengejutkan lagi yakni ada beberapa oknum tahanan yang bisa keluar masuk penjara, mereka bisa keluar masuk tahanan bahkan kelayapan untuk liburan, ke luar kota. luar pulau, bahkan ada yang bisa keluar negeri, sungguh ngeri-ngeri negeri ini. Apa-apaan ini?, mereka yang mencuri uang rakyat yang nilainya jutaan, milyaran bahkan ada yang sampai menembus angka kisaran trilyunan, masih dapat menghirup udara bebas dan segar bahkan hukumannya terfasilitasi seperti bantuan hukum (pengacara atau kuasa hukum dan sebagainya) dengan seenaknya. Lain halnya dengan mereka oknum terpidana pencuri ayam dan sejenisnya nilai yang dicurinya hanya puluhan ribu saja, harus mendekam di tahanan yang sempit, dan berbau. Bahkan ada yang terkena denda dan sanksi yang tidak setimpal dengan perbuatan yang mereka lakukan. Hal demikianlah yang menjadikan rakyat ini semakin kecewa dengan aturan hukum yang ada di negeri ini. Seakan bak hutan rimba tadi, pokoknya yang menang yang berkuasa. karna bisa kongkalikong, bekerjasama untuk tawar menawar mengenai denda dan hukuman terhadap perbuatan salah yang telah dilakukan. Benar kata plesetan orang-orang yang menyatakan jika negeri ini masih berlandaskan UUD “Ujung-Ujungya Duit” maka selamanya keadilan tidak akan bisa terwujud dengan selaras dan seimbang. Karna hukum bisa di beli oleh mereka yang ber uang.
Menilik fakta-fakta kelucuan negeri tadi, kami pernah mengimpikan dan berangan-angan mungkinkah jikalau diadakan tambahan hukuman yang berupa bakti sosial atau kerja bakti tanpa bayaran selama kurun waktu beberapa tahun bagi para koruptor, disesuaikan dengan tingkat beratnya pelanggaran atau kesalahan yang pernah dilakukan oleh para oknum koruptor pada masa lalunya, Adapun sistem dari kerja bakti tadi adalah dengan cara mempekerjakan mereka setelah mereka keluar dari tahanan sekaligus pembayaran denda dan sebagainya sampai tuntas, kemudian setelah itu mereka diberi pekerjaan dengan ditempatkan di berbagai instansi, seperti lembaga sosial, yayasan-yayasan sosial misalnya yayasan penyandang cacat,yatim piatu atau penyantun anak jalanan, yayasan keagamaan, misalnya dilibatkan menjadi anggota dewan masjid, anggota gereja, pura dan lain sejenisnya. Atau bisa juga pada yayasan pendidikan yang masih belum memiliki gedung atau yang bisa disebut dengan sekolah alam bagi anak kurang mampu, gelandangan, anak jalanan dan sebagainya, yang sistem kerjanya tanpa ada bayaran, upah atau pamrih apapun. Tujuan utamanya untuk melatih keikhlasan berjuang. yang tanpa pamrih berbakti membangun negeri. Sehingga mereka dapat merasakan betapa pentingnya suatu pengabdian, belajar akan sesungguhnya arti perjuangan  didalam kehidupan, menjalani sesungguhnya hidup berjuang dengan serba kekurangan atau minimnya fasilitas, agar para pelaku tindak pidana korupsi menjadi jera, bisa berinstropeksi diri sehingga tidak mengulangi kesalahanya lagi.
Ada alternatif hukuman lagi, yakni dapat pula terpidana korupsi itu setelah keluar dari bui ditempatkan disuatu desa atau daerah yang terpencil dan minim fasilitas atau masih dalam tahap perkembangan pembangunan. dan setidaknya mereka juga bisa ikut andil bagian untuk turut serta membangun daerah yang tertinggal, seperti halnya mereka bisa turut serta dalam kerja bakti membangun jalan raya, membangun saluran irigasi bagi pemukiman maupun persawahan, ikut serta dalam gotong royong membangun jembatan yang melintasi sungai dan tepian jurang, adapun dalam hal domisili atau tempat tinggal mereka bisa disuruh untuk membuat rumah singgah sementara seperti gubug, tenda, atau mereka  bisa juga membuat rumah yang terbuat dari kayu di tengah hutan sebagai tempat singgah, ya pokoknya hidup nomaden seperti manusia purba zaman dahulu yang berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat lainnya, dan adapun dalam hal ini KPK perlu untuk melibatkan pihak aparatur pemerintah daerah atau desa yang hutannya disinggahi oleh para terpidana koruptor tersebut, untuk menjadi pengawas, pemantau, pemandu, penanggungjawab dan sebagainya yang berkaitan didalam proses hukuman pengabdian bagi para terpidana koruptor tersebut. Oleh karena itu tidak ayal lagi, kalau memang KPK mau dan mampu bekerja serius, dalam arti lebih intens lagi. Maka siap-siap saja Indonesia membangun penjara terbesar di dunia dan di tempatkan dalam pulau tersendiri guna menampung para pelaku koruptor tersebut.
Korupsi merupakan kejahatan berat, dan akibatnya juga berat. bagaimana tidak berat? kekayaan yang semestinya dinikmati oleh orang banyak, ternyata hanya dinikmati perorangan atau golongan bahkan dengan cara yang tidak layak dan baik pula. NKRI ini akan kian jauh dari peningkatan dan kemajuan bahkan terus mengalami kebobrokan, selama budaya korupsi masih terus berjalan. jika segala sesuatu diukur dengan uang maka praktek-praktek korupsi itu kian menggejala, menjadi anggota legislatif atau yudikatif misalnya, ujung-ujungnya pun untuk kepentingan uang. Label negeri gemah ripah loh jinawe jauh dari angan, kalau praktek korupsi ini tidak segera dihentikan dengan paksa dan hukuman setimpal bagi pelakunya. Untuk meminimalisir dan menangkal perihal korupsi tersebut.

Perlu difahami, Korupsi itu mengandung hisab yang lebih berat di akhirat. misalnya seseorang yang memakan harta rakyat  sebesar Rp. 1.000.000,- itu lebih berat hukumannya daripada mencuri Rp. 100 milyar milik satu orang. sebab jika mengkorupsi harta milik rakyat, maka urusannya dengan seluruh penduduk negeri, namun bila benda yang dikorupsi itu milik satu orang, maka urusannya pun hanya dengan satu orang tersebut.

Disamping itu, segala hal yang dikorupsi, akan dibawa nanti di akhirat, seperti yang telah tersirat dalam (QS.3:161), Dahulu misalnya orang mencuri kambing besok kambing itu akan dimunculkan lagi oleh Allah SWT. Dan akan dipikul orang tersebut. Kalau misalkan hasil korupsinya dilakukan money laundry atau dibelikan mobil atau rumah maka benda itu yang akan dipikulnya kelak.

Sudah seyogyanya haruslah kita melawan perilaku korupsi itu dengan gerakan-gerakan moral anti korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan bahaya  yang diakibatkannya harus senantiasa disosialisasikan kepada khalayak bisa melalui berbagai bentuk kegiatan sepertihalnya media tulis, cetak, elektronik seperti ini. Dengan cara inipara penulis dan sastrawan bisa ambil peran. Lewat tulisan mereka mencoba mengambil peran yang gagal diambil aturan dan undang-undang. Hukum dan undang-undang tak cukup efektif memberantas korupsi. Hingga saat ini, ketika aparat penegak hukum bekerja keras menjalankan undang-undang, tetap saja masih banyak koruptor berkeliaran. Akhirnya penulis dan penyair indonesia berkesempatan untuk berkreasi menulis lembar keluh kesah mereka akan korupsi. penulis mencoba ambil peran untuk mengetuk nurani,dengan harapan sederhana, semoga orang akan terketuk hatinya saat membaca tulisan. Orang akan tersadar betapa hinanya menikmati harta yang seharusnya dinikmati orang lain. dan memang sepantasnya koruptor itu dikucilkan dari muka bumi ini.

No comments:

Post a Comment